Dua Saham Konglomerat BREN dan ADRO Penggerus Tenaga IHSG 2024
Dua saham milik konglomerat, yakni saham BREN dan ADRO menjadi pemberat laju IHSG pada 2024. Berikut fakta-faktanya.
IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun ini cukup volatil. Sempat menyentuh rekor tertinggi baru, tetapi juga pernah mencapai titik terendah di 2024.
Tepatnya di Mei, Juni, September, dan November, IHSG sempat jatuh cukup dalam. Tergelincir saat indeks sedang berada di pucuk. Seketika, pesta terhenti.
Penyebab dari merosotnya IHSG kala itu, di antaranya karena saham-saham milik konglomerat Prajogo Pangestu BREN cs dan Garibaldi Thohir atau Boy Thohir ADRO. Saham ini memiliki bobot relatif tinggi untuk IHSG.
# Mei-Juni: IHSG Tumbang Tertekan Saham Prajogo Pangestu
Sebelum masuk periode Mei-Juni, gerak IHSG sedang mulus-mulusnya. Betah bertengger di level 7.000-an. Indeks berhasil mencetak All Time High (ATH) beberapa kali pada Januari dan Maret.
Namun pada akhir Mei, euforia mulai terusik. IHSG mengalami pelemahan dalam beberapa hari terimbas anjloknya salah satu weight market cap terbesar, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Saham BREN terkulai lemah seiring masuknya saham tersebut ke papan pemantauan khusus dan ditransaksikan secara full call auction (FCA).
Pasalnya, kontribusi market cap BREN saat itu sebesar 10 persen terhadap IHSG. Bahkan saham energi baru dan terbarukan (EBT) itu menyentuh Auto Reject Bawah (ARB) selama tiga hari beruntun.
Efek pelemahan saham BREN merembet ke saham Grup Barito lain, seperti PTRO, CUAN, dan BRPT. Saham-saham tersebut ikut babak belur.
Setelah berhari-hari merana, saham BREN bangkit. Sampai-sampai mentok Auto Reject Atas (ARA) dan mampu mengangkat IHSG balik ke level 7.000 pada awal Juni.
Sayangnya tak berlangsung lama, indeks kembali jebol lebih dari dua persen menyusul batal masuknya saham BREN ke indeks FTSE Global Equity untuk Large Cap. BREN masuk dalam evaluasi FTSE Russell karena dalam papan pemantauan khusus pada 29 Mei.
Dalam papan pemantauan khusus, saham BREN diperdagangkan dengan mekanisme FCA, sehingga tidak bisa ditransaksikan secara reguler di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sentimen tersebut menyeret IHSG terus ke bawah meskipun sang pengendali Prajogo Pangestu turun gunung memborong 37,84 juta saham BREN pada 10 Juni dengan merogoh kocek Rp208,17 miliar.
Pelemahan indeks bertahan, namun akhir Juni, IHSG bangkit lagi ke level 7.000 karena masuknya dana asing ke pasar saham.
# September - BREN Keluar Indeks FTSE
Sejak pulih pada akhir Juni 2024, IHSG terus melaju. Bahkan kembali menembus rekor ATH sebanyak tujuh kali sepanjang Agustus.
Pada September, indeks makin bertaring. Mengukir rekor lagi sebanyak tujuh kali. Malahan, IHSG menyentuh 7.900, level tertinggi sepanjang masa pada 19 September.
Namun penurunan tajam terulang. IHSG koreksi cukup dalam lebih dari dua persen pada 20 September ke 7.743. Salah satu biang keladinya karena saham BREN terlempar dari indeks FTSE.
Penyebabnya, karena 97 persen dari total saham yang beredar di BREN dikuasai oleh empat pemegang saham. Ini adalah kali kedua emiten tersebut batal masuk FTSE, setelah sebelumnya terjegal pada Juni.
Saham BREN masih menjadi pemberat IHSG hingga akhir September lantaran dilanda aksi jual besar-besaran pada saham tersebut usai pengumuman FTSE Russell.
# November - ADRO Spin Off Bisnis Batu Bara Termal
IHSG semakin menyusut pada November. Terus turun, meski masih bertahan di level 7.000.
Koreksi yang melanda IHSG pada periode tersebut, di antaranya karena saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) yang melorot.
Ini bermula ketika emiten Boy Thohir itu menjadi sorotan pelaku pasar setelah mengumumkan pemisahan bisnis (spin-off) anak usahanya, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk atau AAI (AADI). Selama ini, AAI menjadi andalan ADRO di sektor batu bara.
Selain itu, ADRO mengganti nama menjadi Alamtri Resources Indonesia dari sebelumnya Adaro Energy Indonesia. AAI dilepas melalui skema Initial Public Offering (IPO) dan Penawaran Umum oleh Pemegang Saham (PUPS).
Karena aksi korporasi tersebut, saham ADRO sempat anjlok lebih dari 20 persen, menyentuh batas ARB. Pasalnya, investor melakukan aksi profit taking. Pelemahan saham ADRO yang menjadi beban indeks terjadi sejak pertengahan hingga akhir November.
(Fiki Ariyanti)