Gandeng Perusahaan Norwegia, Cilacap Samudera (ASHA) Garap Proyek Senilai USD80 Juta
pihak NAS akan mengirim para ahli untuk melakukan feasibility studies terkait akuakultur di Indonesia.
IDXChannel - PT Cilacap Samudera Fishing Industry Tbk (ASHA) secara resmi menggandeng Norwegian Engineers and Architects AS (NAS) dalam proyek kerjasama implementasi teknologi akuakultur di Indonesia. Kolaborasi ini dilakukan melalui PT Asha Fortuna Corpora yang merupakan holding dari ASHA.
Kesepakatan kerjasama ditandai dengan penandatangan nota kesepahaman oleh Komisaris Utama ASHA, Asman, dengan Direktur Utama NAS, Svein Gunnar Endresen, serta disaksikan oleh Direktur Utama ASHA, William Sutioso dan Representatif NAS di Indonesia, Widya Utama.
“Kami sengaja bekerjasama dengan pihak NAS karena mereka sudah terdepan dalam hal teknologi budidaya perikanan. Seperti yang kita ketahui, di Indonesia terkenal dengan salmon norwey, tapi kita tidakbisa membudidayakannya di negara tropis. Meski demikian, kita dapat mengadopsi teknologi Norwegia untuk mengembangkan budidaya ikan di negara tropis,” ujar Direktur Utama ASHA, William Sutioso, dalam keterangan resminya, Senin (8/8/2022).
Dalam implementasinya, menurut William, pihak NAS akan mengirim para ahli untuk melakukan feasibility studies terkait akuakultur di Indonesia. Nantinya para peneliti tersebut akan menerapkan akuakultur dengan system closed-loop, yaitu system pembudidayaan komoditas perikanan di darat dengan metode ruang tertutup.
“Dengan menerapkan (closed-loop) system ini, bio-security dapat dikontrol. Berbeda dengan budidaya di lepas pantai yang jauh lebih riskan mengingat banyak faktor eksternal yang tidak dapat kita kontrol," tutur William.
Langkah ini juga jauh dianggap ramah lingkungan karena limbah sisa budidaya (bio-waste) dapat dikontrol sehingga mengurangi pencemaran lingkungan. Kajian tersebut rencananya akan dilakukan di daerah Lombok di atas lahan seluas 30 hektar.
Area ini sengaja dipilih mengingat sanitasi air di wilayah tersebut masih bersih serta jauh dari lingkungan pabrik. Dengan adanya perlakuan tersebut, perseroan berharap dapat menghasilkan ikan berkualitas tinggi dengan jumlah produktivitas yang besar.
William menyatakan nilai kerja sama ini diprediksi menyentuh angka US$80 juta di mana 85 persen dana pengembangannya diperoleh dari soft loan yang disediakan oleh pemerintah Norwegia. Diharapkannya langkah pengadopsian teknologi NAS ini dapat mengurangi hambatan proses budidaya perikanan dari segi infrastruktur.
Nantinya komoditas yang akan dibudidayakan meliputi udang vaname, ikan baramundi, dan lobster. Sebagai representatif dari Norwegian Engineers and Architects AS di Indonesia, Widya Utama, menyebut bahwa dengan menggunakan teknologi NAS untuk sektor perikanan, Indonesia bisa menjadi role model dalam budidaya ikan yang berkualitas.
Hal ini sejalan dengan harapan Bank Dunia agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan komoditas perikanan di seluruh dunia. Terkait implementasi teknologi NAS, Widya berharap proses instalasi infrastruktur yang akan digunakan dapat rampung pada kuartal IV-2023 sehingga proses produksi dapat dilakukan pada awal 2024.
Produksi akuakultur hasil proyek ini diproyeksikan mencapai 3.000 hingga 5.000 ton dengan kualitas premium yang akan difokuskan untuk pemenuhan permintaan pasar Eropa dan Amerika.
Widya juga menegaskan langkah ini perlu ditempuh untuk meningkatkan hasil produksi. Menurutnya, tanpa implementasi akuakultur jumlah produksi perikanan akan stagnan sehingga tidak dapat mengimbangi peningkatan permintaan pangan yang diprediksi mencapai 70% di tahun 2030 mendatang.
Di samping itu, penerapan teknologi akuakultur di Indonesia juga dapat mengatasi masalah kualitas komoditas perikanan yang kurang baik. Dalam pernyataannya, Widya menjelaskan bahwa Indonesia adalah produsen terbesar ke-4 penghasil udang vaname, sayangnya kualitasnya dinilai masih kurang baik.
"Dengan adanya penerapan Recirculating Aquaculture System (RAS) di dalam kolam dengan kontrol kebersihan air yang selalu dijaga, komoditas perikanan yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan sehat. Bila teknologi ini berhasil diimplementasikan, kami optimis Indonesia dapat menjadi penghasil ikan baramundi atau asian salmon berkualitas premium," tegas Widya. (TSA)