GIAA Terancam Delisting, Analis: Kerusakan Kinerjanya Cukup Dalam
Analis dari MNC Sekuritas memberi komentar terkait potensi delisting dari Garuda (GIAA).
IDXChannel - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terancam mengalami Penghapusan Pencatatan (delisting) dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menerbitkan surat peringatan dipublikasi di papan utama dengan Nomor Peng-00024/BEI.PP2/12-2021.
Analis yang juga Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan, kinerja Garuda sangat berat ke depannya jika dilanjutkan. Hal itu juga karena saham GIAA mengalami koreksi seiring aksi jual yang dilakukan investor.
"Sangat berat kinerja ke depannya. Kerusakannya sudah cukup dalam," ujar Edwin saat dihubungi MNC Portal, Selasa (21/12/2021).
Sebelumnya saham GIAA memang diberhentikan sementara perdagangannya (suspensi) di pasar modal. Penghentian ini diberikan BEI karena laporan keuangan GIAA berada di area negatif dan memiliki utang jumbo yang belum dapat dilunasi.
Maka itu, BEI sebut ada potensi penghapusan pencatatan saham atau delisting perusahaan tercatat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) pada 20 Desember 2021.
"Bisa (delisting), jika GIAA tidak comply dan tidak memenuhi yang diminta pihak otoritas Bursa," kata Edwin.
Adapun Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, Bursa dapat menghapus saham Perusahaan Tercatat apabila:
a. Ketentuan III.3.1.1, Mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
b. Ketentuan III.3.1.2, Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Perseroan) telah disuspensi selama 6 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023," tulis pengumuman bursa seperti dikutip.
Edwin menambahkan, kinerja saham GIAA tertekan juga dipicu pandemi COVID-19. Aktivitas masyarakat masih dibatasi sehingga membatasi gerak penumpang pesawat. Di sisi lain, Edwin menilai, biaya operasional Garuda Indonesia tetap jalan seiring biaya sewa pesawat, bahan bakar, dan lainnya.
"Prospek dipengaruhi dengan COVID-19. Penumpang masih terbatas. Di sisi lain, utang besar bagaimana bayar sewa pesawat, parkir di airport, dan bayar BBM, dan gaji pegawai,” kata Edwin.
Edwin menuturkan, ada sejumlah alternatif untuk memperbaiki kinerja PT Garuda Indonesia Tbk. Pertama, Garuda Indonesia fokus ke tujuan yang "basah" atau ramai. Kedua, kurangi jumlah pesawat dan jalur kurus sehingga dapat mengurangi dan menekan biaya. Ketiga, negosiasi dengan kreditur untuk memperpanjang jangka waktu kredit dan minta pengurangan bunga.
Saat ditanya mengenai rencana pengurangan komisaris, Edwin menilai, hal tersebut dapat menekan biaya. "Jadi dari dua sisi, potong biaya salah satunya potong jumlah komisaris, potong gaji direksi, kurangi jumlah pesawat, dan potong jalur khusus. Itu semua untuk kurangi biaya-biaya," kata dia.
(IND)