MARKET NEWS

IHSG Lesu Dibebani Emiten Jumbo, Ini Saran Penting dari Analis

Dinar Fitra Maghiszha 03/03/2025 11:32 WIB

IHSG mencatatkan penurunan 7,83 persen sepanjang pekan 24–28 Februari 2025. Emiten-emiten jumbo (big cap) menjadi pemberatnya.

IHSG Lesu Dibebani Emiten Jumbo, Ini Saran Penting dari Analis (foto mnc media)

IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penurunan 7,83 persen sepanjang pekan 24–28 Februari 2025. Emiten-emiten jumbo (big cap) yang memiliki bobot besar terhadap indeks menjadi pemberatnya.

Analis Strategi Institute, Fauzan Luthsa menilai, bursa perlu mempertimbangkan diversifikasi skala emiten di market. Emiten-emiten jumbo dinilai telah menciptakan pasar yang terlalu terkonsentrasi.

“Kita butuh diversifikasi skala emiten di market. Ketergantungan pada emiten besar tidak hanya menyempitkan pilihan investasi, tetapi juga meningkatkan risiko volatilitas pasar dan ketergantungan pada investor asing,” kata Fauzan di Jakarta, Senin (3/3/2025).

Akibatnya, ujar Fauzan, ada risiko sistemik yang membesar. Dia mencontohkan, emiten jumbo dengan bobotnya yang signifikan dalam indeks, bila mengalami koreksi dapat memicu penurunan IHSG yang tajam.

“Begitu juga ketika mayoritas dana investasi mengalir ke perusahaan besar, setiap fluktuasi nilai sahamnya memiliki dampak berlipat ganda terhadap kestabilan pasar secara keseluruhan,” tuturnya.

Fauzan mengatakan, dengan komposisi investor asing mencapai 40 persen, aksi penjualan besar-besaran dapat mengguncang pasar.

“Ketika pilihan investasi terbatas hanya pada emiten jumbo, mekanisme penyerapan pasar lokal menjadi lemah dan ini memperburuk dampak penarikan modal oleh asing,” ujarnya.

Lebih jauh katanya, secara jangka panjang kondisi pasar modal dapat akan semakin rapuh apabila konsentrasi market hanya terhadap emiten jumbo.

Ini juga tercermin dalam antrean pipeline IPO. Dari 24 calon emiten, terdapat 23 perusahaan beraset besar di atas Rp250 miliar.

Perbanyak IPO Emiten Kelas Menengah

Menurut Fauzan, penambahan emiten kelas menengah bukan sebatas faktor jumlah, tetapi juga menciptakan ekosistem pasar yang lebih sehat.

“Emiten kelas menengah biasanya memiliki potensi pertumbuhan yang lebih tinggi karena masih berada dalam fase ekspansi. Kehadirannya dapat menyuntikkan dinamika baru, mendorong inovasi, dan memberikan alternatif investasi dengan risiko yang tersebar lebih merata,” katanya.

Dengan bobot yang lebih ringan, perusahaan menengah dapat menjadi penyeimbang.

“Diversifikasi ini membantu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh fluktuasi nilai saham emiten jumbo, sehingga IHSG tidak mudah terjun bebas saat terjadi goncangan pasar,” ujarnya.

Fauzan mengatakan, memperbanyak IPO perusahaan menengah merupakan langkah strategis untuk menyebar risiko secara lebih merata, mengurangi dampak fluktuasi pasar yang dipicu oleh aksi investor asing, dan menghadirkan potensi pertumbuhan dan inovasi yang lebih dinamis.

“Dan ini menciptakan pasar modal yang lebih stabil, responsif, dan berdaya saing. Pasar modal harus kembali ke khittahnya, menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Fauzan.

Sebelumnya, Direktur Utama BEI, Iman Rachman mengakui sejumlah faktor menjadi katalis pemberat penurunan indeks, termasuk faktor global, domestik, dan laporan keuangan emiten.

“Faktor global, domestik, dan korporasi. Apa yang terjadi di global, perang tarif AS dan mitranya, Trump 2.0 tidak gampang, dan investor asing sekarang masuk ke AS," kata Iman, di Jakarta, Jumat (28/2/2025).

Pada perdagangan Senin (3/3/2025), IHSG rebound sejak bel pembukaan. Hingga pukul 11:09 WIB, IHSG naik 3,60 persen ke 6.496,52.

(Fiki Ariyanti)

SHARE