MARKET NEWS

Kisah Rimo Internasional (RIMO), dari Presdir Masuk Bui hingga Terancam Delisting di Bursa

Dinar Fitra Maghiszha 25/08/2022 20:00 WIB

Nasib Rimo International (RIMO) tengah terombang-ambing akibat Presider masuk bui dan terancam delisting akibat tidak melaporkan kinerja keuangan ke Bursa.

Kisah Rimo Internasional (RIMO), dari Presdir Masuk Bui hingga Terancam Delisting di Bursa. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Nasib PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) hingga kini belum menemui titik terang. Rencana untuk memulihkan kinerja akibat pandemi Covid-19 terancam terganggu.

Terlebih lagi, Presiden Direktur RIMO, Teddy Tjokrosapoetro resmi masuk jeruji besi pada awal Agustus lalu. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Teddy selama 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan pada 3 Agustus 2022.

Adik kandung Benny Tjokrosapoetro (Bentjok) itu dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama dalam kasus ASABRI. Sedangkan Bentjok merupakan terpidana seumur hidup.

Badai tak kunjung berlalu, emiten sektor properti itu kini tengah menunggu keputusan Bursa Efek Indonesia (BEI). Pasalnya, suspensi saham RIMO telah melebihi batas maksimal 24 bulan, yang merupakan salah satu syarat penghapusan pencatatan/delisting.

Tercatat di papan pengembangan, saham RIMO telah digembok bursa selama 30 bulan lebih per 11 Agustus 2022. Selain syarat suspensi, apabila mengacu aturan Peraturan Bursa I-I, ketentuan nomor III.3.1.1, RIMO akan terkena delisting jika perusahaan mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial, hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka.

"... dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai," tulis BEI, dalam keterbukaan informasi, dikutip Kamis (25/8/2022).

Mengacu aturan itu, lantas, bagaimana nasib RIMO ke depannya?

RIMO awalnya mengoperasikan department store bernama Rimo. Sayangnya, bisnis tersebut tak berjalan mulus sehingga dilakukan sejumlah penutupan, yang membuat perseroan fokus di penyewaan sejumlah unit properti.

Selama tahun 2022 berjalan, perseroan terpantau tidak pernah mengumumkan kinerja perseroan. Dalam pemaparan sebelumnya, dikatakan bahwa perusahaan masih beroperasi melalui entitas anaknya dalam dua lini bisnis, yakni land development (pembangunan perumahan dan apartemen), dan property investment (hotel dan pusat perbelanjaan).

Selain karena pandemi Covid-19 dan kebijakan PPKM, perseroan memaparkan kendala lain berupa penyitaan seluruh aset tanah dan bangunan oleh Kejaksaan Agung yang dikatakan melumpuhkan lini usaha land development.

"Dampak terhadap operasional perseroan tidak bisa melanjutkan kepengurusan perizinan dan pembangunan proyek-proyek perumahan yang telah direncanakan dari dulu, dan ini mengancam kelangsungan hidup perusahaan," tulis perseroan setahun yang lalu.

Bergeser pada kondisi terkini per 31 Mei 2022, publik/masyarakat diketahui masih menjadi pemegang saham mayoritas RIMO sebesar 78,30%. Selanjutnya, NBS Clients menggenggam 10,58% saham, Teddy Tjokro 5,67%, dan PT Asabri (Persero) 5,67%.

Data PT Ficomindo Buana Registrar per Mei 2022 juga menunjukkan terdapat 6.032 total pemodal nasional perorangan, 102 pemegang saham institusi, 6 dana pensiun, 3 yayasan, dan 2 koperasi yang masih menanti  kejelasan perusahaan. Dari pemodal asing tercatat sebanyak 21 perorangan, dan 52 perusahaan. 

BEI telah memperingatkan potensi delisting RIMO selama lima kali sejak 18 Agustus 2020. Para pemegang saham kini menunggu tanggung jawab RIMO di tengah ketidakpastian kondisi, dengan harga saham yang terkapar di level gocap.

(FRI)

SHARE