MARKET NEWS

Lo Kheng Hong Berani Borong Saham Intiland (DILD) Saat Rugi, Prospek Emiten Properti Bakal Cerah?

Aldo Fernando - Riset 19/08/2022 14:42 WIB

Seiring Lo Kheng Hong mengakumulasi saham DILD, bagaimana sebenarnya prospek emiten properti RI?

Lo Kheng Hong Berani Borong Saham Intiland (DILD) Saat Rugi, Prospek Emiten Properti. (Foto: MNC Media)

IDXChannelSaham emiten properti PT Intiland Development Tbk (DILD) menjadi koleksi teranyar investor kenamaan Lo Kheng Hong (LKH) yang diketahui publik. Seiring LKH mengakumulasi saham DILD, bagaimana sebenarnya prospek emiten properti RI?

Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), yang dirilis di website BEI, Senin lalu (15/8/2022), Lo Kheng Hong tercatat memiliki 651.416.700 saham DILD atau 6,28% per 12 Agustus 2022.

Sebelumnya, pada 11 Agustus 2022, nama LKH belum tercatat di data pemegang saham di atas 5% KSEI.

Seiring dengan masuknya nama dalam daftar di atas, PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia mengurangi kepemilikan saham menjadi 13,49% per 12 Agustus 2022, dari hari sebelumnya 14,82%.

Dengan ini, DILD menambah daftar deretan saham koleksi LKH, terutama yang di atas 5%.

Asal tahu saja, selain menggenggam PNLF, pria yang dijuluki Warren Buffett Indonesia tersebut memiliki sejumlah saham dengan kepemilikan di atas 5%, seperti PT Global Mediacom Tbk (BMTR), PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), dan PT Clipan Finance Indonesia Tbk (CFIN). 

Selain di atas 5%, LKH juga memiliki saham dengan kepemilikan di bawah 5%, seperti emiten batu bara PT ABM Investama Tbk (ABMM) yang sebesar 3,107% dan emiten jasa keuangan grup Panin PT Panin Financial Tbk (PNLF) 3,24%.

Emiten Properti Tahun Ini Bakal Cerah?

Pembelian saham DILD oleh Pak Lo, sapaan akrab Lo Kheng Hong, terjadi di tengah kinerja saham properti yang kurang menggembirakan sepanjang tahun ini.

Rapor indeks IDXPROPERT (properti dan real estate) minus 6,83% sejak awal tahun ini (ytd), per penutupan Kamis (18/8/2022).

Hal tersebut tentu berbanding terbalik dengan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara ytd yang melesat 9,19%, terbaik di kawasan Asia Pasifik.

Ini artinya, secara umum, saham-saham properti tidak memanfaatkan gelombang bullish IHSG sepanjang 2022.

Perbedaan antara kinerja IDXPROPERT dan IHSG tersebut juga disoroti oleh riset MNC Sekuritas yang terbit pada 1 Agustus 2022.

Research analyst MNC Sekuritas Muhamad Rudy Setiawan dalam papernya menjelaskan, pergerakan harga saham properti di atas kontras dengan kinerja prapenjualan alias marketing sales  perusahaan yang tumbuh 41,32% secara tahunan (yoy) dan per kuartal I saja sudah sukses mencapai 26,59% dari target pada tahun penuh (full year/FY) 2022.

Menurut hemat Muhammad Rudy, penyebab sektor properti belum dilirik investor, pertama, karena adanya risiko superinflation atau inflasi yang menyundul langit di AS yang menyebabkan suku bunga The Fed meningkat secara agresif (150bps di paruh pertama 2022).

Hal tersebut, kata Rudy, berdampak pada potensi kenaikan suku bunga acuan dari sejumlah bank sentral di berbagai negara.

“Korelasi perilaku kenaikan suku bunga acuan membawa dampak negatif terhadap pergerakan harga saham properti di Indonesia, karena 70% pembelian masih melalui KPR,” jelas Rudy, dikutip IDXChannel, Jumat (19/8).

Kedua, sekitar 50% dari utang perusahaan pengembang dalam bentuk dollar AS dan dollar Singapura, yang berdampak negatif apabila rupiah terdepresiasi.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) lalu, Bank Indonesia (BI) sendiri mempertahankan suku bunga acuan di level terendah 3,50%, sempat membuat rupiah terdepresiasi hingga Rp15.000/USD.

BI akan kembali mengumumkan keputusan suku bunga pada pertemuan Selasa pekan depan (23/8).

Apabila menyimak pemberitaan Reuters, pejabat BI menyatakan, masih belum mempertimbangkan kenaikan suku bunga sebagai pilihan utama saat ini, di tengah inflasi yang meninggi.

"Kami memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga kebijakan ... Namun, pada saat ini, saya pikir kami tidak akan menempatkan ini [kenaikan suku bunga] sebagai pilihan pertama dalam urutan kebijakan kami," kata Dody Budi Waluyo dalam sebuah wawancara kepada Reuters (12/8).

Tingkat inflasi Indonesia naik menjadi 4,94% pada bulan Juli, di atas kisaran target BI 2% hingga 4%, tetapi tingkat inflasi inti tetap berada dalam sasaran di 2,86%.

Melihat posisi BI sejauh ini, MNC Sekuritas menilai, risiko beban bunga mata uang asing tersebut masih terkendali. Menurut data MNC Sekuritas, rata-rata rasio utang terhadap ekuitas (DER) sebesar 0,41 kali di kuartal I 2022.

Di tengah aral gendala yang ada, MNC Sekuritas menilai, permintaan properti masih tetap kuat sepanjang tahun 2022 dengan rata-rata pertumbuhan marketing sales sebesar 7% -8% YoY di tahun ini, meskipun insentif lebih rendah dari tahun sebelumnya.

“Kami percaya bahwa harga saham properti akan menguat, terutama didorong oleh: 1) harga komoditas yang kuat; 2) Banyaknya peluncuran properti setelah Idul Fitri; 3) meningkatnya indeks harga properti residensial sebesar 1,77% YoY," kata periset MNC Sekuritas.

Berbicara secara makro, jelas Rudy, penjualan properti berkorelasi positif dengan kondisi makro, dengan perkiraan PDB sebesar 5% di tahun penuh 2022 (vs 3,69% di FY21) sehingga menciptakan harapan bagi sektor properti.

Berkaca pada hal tersebut, MNC Sekuritas tetap mempertahankan rekomendasi positif, yakni overweight untuk sektor properti sepanjang 2022.

Dalam kamus MNC Sekuritas, overweight berarti total return (tingkat keuntungan) saham diperkirakan di atas rata-rata total return cakupan industri sekuritas tersebut selama 6-12 bulan ke depan.

Setali tiga uang, riset BRI Danareksa Sekuritas pada 26 Juli 2022 juga tetap mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor properti RI.

Menurut hitungan analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano, pengembang properti melaporkan penjualan pemasaran secara agregat sebesar Rp6,4 triliun di kuartal II 2022 (+1% yoy, -6% secara kuartalan/q-o-q).

 Hal tersebut, kata Victor, membuat marketing sales secara agregat menjadi Rp13,3 triliun (-1% yoy) di 1H22. Angka tersebut mencapai 49% dari proyeksi tahun penuh 2022 Danareksa, atawa sejalan dengan rata-rata lima tahun (47%).

“Ini sedikit lebih tinggi dari target perusahaan (52% dari propeksi FY22 mereka) karena mereka menargetkan pertumbuhan marketing sales yang lebih rendah sebesar 4% (vs target kami sebesar 8%).

Ke depan, kata Victor, pertumbuhan marketing sales akan kuat pada kuartal III 2022, didukung oleh lebih banyak peluncuran properti, kondisi makro yang kuat, dan program subsidi PPN yang diyakini akan mendorong penjualan properti secara signifikan.

Alasan Lo Kheng Hong Beli DILD

Kembali ke soal DILD. Intiland sendiri masih membukukan rugi bersih pada kuartal I 2022.

Berdasarkan laporan keuangan DILD yang dirilis di website Bursa Efek Indonesia (BEI), DILD menanggung rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp72,70 miliar pada 3 bulan pertama 2022.

Raihan tersebut berbanding terbalik dengan perolehan laba bersih Rp3,25 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Ini merupakan rugi kuartal I DILD pertama kali, setidaknya selama periode 2008-2022.

Pendapatan DILD sendiri hanya tumbuh 2,15% secara tahunan (yoy) menjadi Rp562,47 miliar pada triwulan pertama 2022.

Pertumbuhan pendapatan yang mini tersebut tergerus signifikan lantaran membengkaknya beban pokok penjualan dan pendapatan yang mencapai 20,04% atawa sebesar Rp352,34 miliar.

Dari laporan neraca, total liabilitas perusahaan mencapai Rp10,65 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi dari modal (ekuitas) sebesar Rp5,92 triliun per 31 Maret 2022.

Alhasil, rasio total liabilitas dibandingkan ekuitas DILD mencapai 2,07. Angka tersebut lebih tinggi tinimbang rerata industri 0,60 kali.

Di samping itu, arus kas operasi perusahaan minus Rp236,83 miliar per 31 Maret 2022. Padahal, arus kas operasi per 31 Maret 2021 positif, yakni Rp210,18 miliar.

Dihubungi IDXChannel lewat aplikasi bertukar pesan terkait alasan menambah kepemilikan saham di DILD, Lo Kheng Hong mengungkapkan, Intiland memiliki portofolio properti yang banyak.

Sembari menjawab pertanyaan, Pak Lo juga mengirimkan sejumlah foto aset properti miliki Intiland kepada IDXChannel.

“DILD propertinya banyak,” jelas Pak Lo, saat dihubungi IDXChannel, pada Selasa (16/8).

“[Ini] South Quarter milik Intiland di [Jalan] TB Simatupang,” kata Pak Lo, sembari mengirimkan foto kawasan tersebut.

Dikutip dari website resmi perusahaan, South Quarter adalah kawasan mixed-use seluas 7,9 hektar di Jakarta Selatan. Kawasan tersebut menawarkan fasilitas perkantoran, ritel, dan tempat tinggal.

Saat ini, Intiland sendiri memiliki proyek properti di wilayah Jakarta & sekitarnya serta Surabaya & sekitarnya.

Menurut materi public expose Intiland, perusahaan melakukan empat diversifikasi proyek, yakni proyek mixed use & high rise, kawasan perusahaan, kawasan industri, dan properti  investasi.

Rinciannya, proyek mixed use & high rise di Jakarta mencapai 9 unit, dengan 3 proyek dalam konstruksi dan 3 dalam perencanaan.

Kemudian, di Surabaya (termasuk 1 proyek di Batang, Jawa Tengah), proyek mixed use & high rise Intiland sebanyak 8 unit, dengan 2 proyek masih dalam tahap perencanaan.

Selanjutnya, kawasan perusahaan sebanyak 8 proyek di Jakarta dan 3 di Surabaya.

Selain itu, kawasan industri Aeropolis Technopark di Tangerang, dan dua di sekitaran Surabaya dan Batang.

Intiland juga memiliki sejumlah proyek properti investasi, masing-masing 5 di Jakarta (satu masih dalam perencanaan) dan 5 di Surabaya.

Untuk menyebut beberapa, Intiland Tower Jakarta dan Intiland Tower Surabaya.

Apabila ketiga jenis proyek yang disebut pertama merupakan pendapatan pengembangan DILD, proyek properti  investasi merupakan pendapatan berulang perusahaan.

Merespons pertanyaan soal apakah portofolio Intiland di atas bisa menopang kinerja keuangan perusahaan untuk menjadi laba setidaknya tahun ini, LKH menjawab singkat, “Semoga.” (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE