OJK Sebut Tidak Ada Istilah Wait and See soal Investasi di RI
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menegaskan, tidak ada istilah wait and see bagi investasi di Indonesia.
IDXChannel - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menegaskan, ekonomi Indonesia tumbuh positif pada 2022 yang tercermin dari kinerja pasar modal Tanah Air. Sehingga tidak ada alasan untuk wait and see soal investasi di Indonesia.
"Dengan penguatan ekonomi dan daya tahan yang kuat, tidak ada istilah wait and see bagi investasi di Indonesia. It's all about investment, kita harus siap untuk itu dan dorong momentum itu," kata Mahendra dalam Pembukaan Perdagangan BEI 2023 di Jakarta, Senin (2/1/2023).
Mahendra membeberkan capaian kinerja pasar modal Indonesia pada tahun lalu yang justru bertahan dan cenderung menunjukkan kinerja positif, bahkan terbaik dibanding ASEAN dan Asia secara umum.
"Tercermin dari IHSG yang ditutup 4 persen meningkat dibanding tahun lalu," ujarnya.
Aktivitas perdagangan 2022, disebutkan Mahendra juga mengalami kenaikan signifkan. Frekuensi transaksi harian mencapai 1,31 juta kali.
"Ini yang terbesar di ASEAN. Kapitalisasi pasar tertinggi mencapai angka Rp9.500 triliun atau USD600 miliar. Artinya 50 persen terhadap PDB Indonesia," paparnya.
Dari sisi pencatatan saham baru atau IPO, lanjut Mahendra, tercatat sebanyak 59 perusahaan. Sementara jumlah investor meningkat mencapai 10,3 juta investor.
"Artinya 10 kali lipat atau 1.000 persen meningkat dalam 5 tahun sejak 2017. Investor didominasi investor domestik yang sudah 55 persen dari seluruh investor. Generasi milenial dan gen z atau gabungannya 58,7 persen. Itulah capaian kita yang luar biasa," paparnya.
Ke depan, menurutnya, pasar modal Indonesia harus memprioritaskan peningkatan integritas, kredibilitas, akuntabilitas.
"Karena dengan itu, kita akan mampu mengisi gelas yang masih kosong, masih luas sekali dari populasi Indonesia. Walaupun 10,3 juta, tapi itu baru 4 persen dr populasi nasional," tuturnya.
"Walaupun 50 persen kapitalisasi market dari PDB nasional, tapi masih jauh tertinggal di atas 100 persen negara lain," pungkas Mahendra.
(FAY)