MARKET NEWS

Potensi Merger dan Utang Menggunung BUMN Karya

Melati Kristina - Riset 02/05/2023 07:00 WIB

Sejumlah emiten BUMN karya bakal dikabarkan melakukan merger untuk mengatasi utang jumbo hingga kerugian yang ditanggung perusahaan.

Potensi Merger dan Utang Menggunung BUMN Karya. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Sejumlah emiten BUMN Karya dikabarkan akan melakukan penggabungan atau merger guna mengatasi kerugian hingga utang jumbo yang ditanggung oleh perusahaan sejak sebelum masa pandemi.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana menggabungkan (merger) sejumlah BUMN Karya dengan konsolidasi yang ditargetkan akan dilaksanakan pada tahun ini.

Saat ini, Kementerian BUMN dan Kementerian PUPR tengah membahas proses merger perusahaan pelat merah di sektor konstruksi tersebut.

"Kita mau mengkonsolidasi, saya sudah bicara dengan Pak Basuki (Menteri PUPR), Pak Basuki sangat setuju, kita konsolidasi karya-karya ini yang sejenis dan punya expertise (keahlian)," kata Erick, Kamis (13/4).

Adapun, konsolidasi tersebut dilakukan guna memperbaiki struktur keuangan hingga bisnis perusahaan. Pasalnya, hingga tahun 2022, emiten-emiten BUMN karya masih menanggung rugi bersih hingga utang jumbo.

Informasi saja, emiten BUMN karya, termasuk PT PP Tbk (PTPP) hingga PT Waskita Karya Tbk (WSKT) membukukan utang jumbo pada tahun 2022.

Melansir laporan keuangan emiten, WSKT menanggung kewajiban atau liabilitas (termasuk utang) sebesar Rp83,99 triliun pada periode tersebut. Ini menjadi jumlah utang terbesar yang ditanggung oleh emiten BUMN karya.

Sementara, dua emiten BUMN karya lainnya, PTPP dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) juga menanggung utang jumbo, masing-masing sebesar Rp42,79 triliun dan Rp57,58 triliun pada 2022.

Terakhir, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) menanggung liabilitas sebesar Rp31,16 triliun pada periode ini.

Lebih lanjut, besarnya utang emiten hingga tahun 2022 mendorong Kementerian BUMN untuk melakukan penyehatan keuangan melalui skema restrukturisasi.

“Apakah terjadi sinergitas? Merger kita lakukan itu, selain tentu tadi yang kita sampaikan ada restrukturisasi, pendanaannya jangka panjang, suntikan modal perbaikan bisnis model, sehingga kali ini BUMN karya akan semakin sehat," lanjut Erick.

Punya Utang Jumbo hingga Menanggung Rugi

Dalam beberapa tahun terakhir, BUMN karya mencatatkan jumlah utang yang jumbo hingga angka debt to equity ratio (DER) yang tinggi pula.

Setidaknya, sejak 2019, empat emiten BUMN karya yang disebukan di atas telah mencatatkan utang yang jumlahnya mencapai Rp90 triliun. (Lihat tabel di bawah ini.)

Sebagaimana disebutkan dalam laporan keuangannya, WSKT mencatatkan utang dengan jumlah paling besar sejak tahun 2019.

Bahkan, pada tahun tersebut, jumlah utang WSKT mencapai Rp93,47 triliun. Kendati demikian, angka tersebut terus menurun, hingga menjadi Rp83,99 triliun pada 2022 lalu.

Selanjutnya, BUMN karya yang mencatatkan utang atau liabilitas jumbo sejak 2019 adalah WIKA. Tercatat, emiten ini mengalami pertumbuhan jumlah utang sejak 2019.

Pada 2019, liabilitas WIKA hanya sebesar Rp42,89 triliun. Kemudian, angka tersebut terus bertumbuh menjadi Rp51,59 triliun pada 2021 dan Rp57,58 triliun pada 2022.

Setali tiga uang, PTPP juga mencatatkan utang emiten yang bertambah sejak 2019. Melansir laporan keuangannya, utang PTPP pada 2019 mencapai Rp41,12 triliun. Sedangkan, utang tersebut bertambah menjadi Rp42,79 juta hingga akhir 2022.

Sejalan dengan utang jumbo perusahaan, emiten BUMN karya di atas juga mencatatkan angka DER yang tinggi. (Lihat grafik di bawah ini.)

Tercatat, WSKT memiliki rasio DER paling tinggi, yakni mencapai 923,01 persen. Menyusul WSKT, WIKA juga mencatatkan DER yang tinggi, yakni mencapai 444,13 persen per April 2023.

Sementara, dua emiten lainnya, PTPP dan ADHI juga mencatatkan DER masing-masing sebesar 383,65 persen dan 471,30 persen.

Selain membukukan utang jumbo hingga DER tinggi, dua emiten BUMN karya, WIKA dan WSKT juga masih menanggung rugi bersih pada tahun 2022.

Sebagaimana disebutkan dalam laporan keuangan emiten, WIKA mencatatkan rugi bersih sebesar Rp59,60 miliar pada 2022. Padahal, pada 2021 lalu, emiten ini masih membukukan laba bersih sebesar Rp117,67 miliar.

Senada dengan WIKA, WSKT menanggung rugi bersih pada 2022 sebesar Rp1,90 triliun. Bahkan, angka tersebut melonjak hingga 73,31 persen dibanding tahun 2021 lalu. Adapun, pada 2021, rugi bersih WSKT hanya sebesar Rp1,10 triliun.

Kendati menanggung rugi bersih, dua emiten tersebut masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih pada 2022. (Lihat tabel di bawah ini.)

Adapun, pendapatan bersih WIKA pada 2022 masih bertumbuh sebesar 20,61 persen menjadi Rp21,48 triliun. Sedangkan, pendapatan bersih WSKT juga naik 25,91 persen menjadi Rp15,30 triliun. 

Saham Downtrend, Prospek Masih Menarik?

Sejalan dengan utang jumbo yang ditanggung perusahaan, saham emiten BUMN karya mengalami downtrend sejak tahun 2020. Padahal, saham BUMN karya sempat menjadi idola di tahun 2018 hingga 2019.

WSKT misalnya, sahamnya pernah menyentuh Rp2.622/saham pada 2 Maret 2018 sebelum ambruk ke level Rp232/saham pada Kamis (27/4).

Sedangkan, pada periode 2 Maret 2018, saham PTPP juga menyentuh Rp3.120/saham. Namun demikian, pada saat ini, saham PTPP sudah ambles 79,33 persen menjadi Rp645/saham pada perdagangan Kamis (27/4).

Bernasib sama, saham ADHI dan WIKA juga merosot tajam dibanding harga tertingginya pada masa sebelum pandemi.

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Kamis (27/4), harga saham ADHI anjlok menjadi Rp434/saham dari harga sahamnya pada 2 Maret 2018 di Rp2.390/saham.

Sedangkan, pada 18 April 2019, saham WIKA menyentuh Rp2.420/saham. Namun, kini sudah merosot 75,21 persen menjadi Rp600/saham pada Kamis (23/2).

Di samping berada di masa downtrend, saham-saham di atas juga mencatatkan kinerja yang terkontraksi sepanjang 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)

Menurut data BEI pada Kamis (27/4), saham WSKT ambruk hingga 35,56 persen secara year to date (YTD). Ini menjadi saham BUMN karya yang mencatatkan kontraksi paling dalam di periode ini.

Menyusul WSKT, saham WIKA dan ADHI juga masing-masing merosot sebesar 25 persen dan 10,33 persen diikuti saham PTPP yang memerah di minus 9,79 persen.

Kendati fundamental emiten BUMN karya mencatatkan kinerja yang merosot, BRI Danareksa masih optimistis dengan kinerja emiten-emiten ini dan memberikan rating overweight bagi industri ini.

Menurut riset BRI Danareksa Sekuritas bertajuk “Infrastructure: Earnings Revision for SOE Contractors” yang dirilis pada Selasa (18/4), emiten BUMN karya melihat adanya sentimen positif jangka pendek bagi sektor ini.

Salah satunya yaitu dari rencana pemerintah untuk merestrukturisasi BUMN karya yang dapat mempercepat program divestasi aset.

“Ini dapat menjadi katalis jangka pendek bagi BUMN karya terutama bagi emiten yang memiliki beban utang tinggi dari investasi besar di masa lalu seperti perumahan,” tulis riset tersebut.

Kendati demikian, industri ini diproyeksikan akan menghadapi sejumlah tantangan, terutama pada saat memasuki tahun politik 2023 hingga 2024 mendatang.

BRI Danareksa mengatakan, tahun politik 2023 hingga 2024 akan berdampak pada sektor konstruksi terutama BUMN karya karena adanya pergantian pemerintahan yang berpengaruh terhadap proyek-proyek yang kini sedang berjalan.

“Oleh karena itu, kami menetapkan pertumbuhan kontrak baru untuk BUMN karya sebesar 10 persen pada tahun 2023, dan untuk tahun 2024 kami memperkirakan pertumbuhan tersebut hanya sebesar 5 persen,” tulis riset tersebut.

Padahal, pada 2022 lalu, pencapaian kontrak baru pada emiten-emiten kontraktor, tak terkecuali BUMN karya mencatatkan pertumbuhan yang kuat, yakni hingga 29,5 persen.

Di samping itu, dengan potensi di atas, BRI Danareksa memproyeksi total burn rate dari emiten BUMN karya meningkat dari 22,8 persen pada 2023 menjadi 25,4 persen pada 2024.

Informasi saja, burn rate merupakan penghitungan untuk mengukur aliran kas negatif perusahaan yang juga disebut sebagai tingkat pembakaran uang sebelum perusahaan mendapatkan keuntungan.

Dengan demikian, bila dana yang dikeluarkan pada burn rate meningkat, maka waktu perusahaan untuk berkembang juga cenderung terhambat.

Kendati terdapat sejumlah tantangan yang mengintai kelangsungan BUMN karya, adanya restrukturisasi hingga upaya merger emiten-emiten ini diharapkan dapat memperbaiki kesehatan keuangan perusahaan kedepannya.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE