Prospek Saham Emiten Grup Harita (NCKL) di Tengah Polemik Harga Nikel
Menilik prospek emiten Grup Harita PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) di tengah polemik harga nikel.
IDXChannel - Harga nikel tengah menjadi polemik akhir-akhir ini sejak pernyataan salah satu timses pasangan capres-cawapres, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan kemudian diklarifikasi oleh Menko Marinves, Luhut Binsar Pandjaitan.
Analis Saham Panin Sekuritas, Felix Darmawan mengupas prospek salah satu pemain tambang nikel di Indonesia, yakni PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), entitas nikel Grup Harita.
Felix mengungkapkan, NCKL bergerak pada dua segmen usaha utama yaitu pertambangan bijih nikel serta pengolahan nikel dan kawasan industri. Perseroan bergerak dalam industri nikel yang terintegrasi di Maluku Utara dengan total cadangan mencapai 168,9 juta metrik ton.
Pendapatan perseroan di sembilan bulan 2023 meningkat menjadi Rp17,3 triliun (+135,1% YoY) didominasi oleh segmen pengolahan nikel sebesar Rp14,9 triliun (+170,4% YoY) atau sekitar 86% dari total pendapatan.
"Kami melihat pergerakan harga nikel dalam satu tahun ke depan relatif flat di level ~USD17 ribu per ton yang disebabkan oleh target pertumbuhan ekonomi dan stimulus dari China yang masih di bawah ekspektasi konsensus, serta potensi kenaikan produksi nikel global," jelas Felix dalam risetnya, Kamis (25/1/2024).
"Namun, adanya potensi penurunan tingkat suku bunga dapat berdampak positif bagi harga nikel," sambung dia,
Felix melanjutkan, seiring dengan masifnya pengembangan hilirisasi nikel khususnya untuk bahan baku baterai kendaraan listrik di Indonesia, NCKL juga berperan lebih dalam industrialisasi tersebut.
Hal tersebut tercermin dari pengembangan HPAL melalui Halmahera Persada Lygend (HPL, perusahaan asosiasi dengan kepemilikan Perseroan 45,1%) yang memiliki output seperti MHP yang kemudian diolah menjadi nickel sulfate dan cobalt sulfate yang menjadi bahan baku dari prekusor.
Lebih jauh kata dia, alokasi belanja modal (capex) perseroan masih masif di 2024, yakni sebesar Rp1 triliun. Rinciannya Rp116 miliar digunakan untuk pertambangan nikel dan Rp802 miliar untuk pemrosesan nikel, seperti penyelesaian tiga lini produksi dari HJF RKEF dan digunakan untuk maintenance yang selesai pada akhir kuartal II-2023.
Pada kuartal I-2023, NCKL telah menyerap capex sebesar USD18 juta atau setara dengan Rp268,2 miliar dengan penggunaan terbesar untuk penyelesaian fasilitas produksi HJF.
Patut dicermati, bahwa penurunan capex di tahun ini disebabkan pada tiga tahun sebelumnya, perseroan sudah menganggarkan capex yang cukup besar dalam menyelesaikan pabrik smelter dan membangun kapasitas produksi mixed hydroxide precipitate (MHP).
Secara keseluruhan, Felix menilai positif perkembangan usaha NCKL yang solid. Ini ditopang oleh ekspansi perseroan untuk hiliriasi nikel menjadi bahan baterai kendaraan listrik, memiliki tambang dengan cadangan nikel yang besar, serta lokasi kegiatan Perseroan yang terintegrasi.
Namun menurutnya, patut dicermati risiko fluktuasi harga nikel dan energi dapat mempengaruhi ASP dan cash cost Perseroan.
"Kami menginisiasi BUY untuk NCKL dengan target harga Rp1.300 (Implied EV/EBITDA 9,98x di 2024) dengan valuasi -1x std deviasi EV/EBITDA," tutup Felix.
(FAY)