MARKET NEWS

Punya Nahkoda Baru, Pertamina Geothermal (PGEO) Tancap Gas Kejar 1GW dalam Dua Tahun

Febrina Ratna 13/07/2023 17:08 WIB

Pertamina Geothermal (PGEO) ditargetkan menambah kapasitas terpasang menjadi 1 gigawatt (GW) dalam dua tahun ke depan.

Punya Nahkoda Baru, Pertamina Geothermal (PGEO) Tancap Gas Kejar 1GW dalam Dua Tahun. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) baru saja merombak susunan manajemen. Anak usaha Pertamina itu kini dipimpin oleh Julfi Hadi sebagai Direktur Utama.

Julfi yang sudah malang melintang di industri geothermal atau panas bumi, langsung tancap gas meningkatkan kapasitas terpasang perseroan. Tak main-main, PGEO ditargetkan menambah kapasitas terpasang menjadi 1 gigawatt (GW) dalam dua tahun ke depan.

Saat ini, kapasitas terpasang PGEO mencapai sekitar 672 megawatt (MW). Hingga 2025, perseroan bakal mengejar penambahan kapasitas hingga 340 MW.

Julfi mengatakan salah satu faktor yang bisa mendukung tercapainya target tersebut yaitu dukungan pemerintah berupa Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Menurut dia, Perpres itu bisa mendorong pelaku industri untuk menggarap potensi-potensi geothermal di Indonesia. Selain itu, proyek-proyek geothermal yang masuk dalam pipeline 1GW sudah siap untuk dikomersialkan, seperti Lumut Balai, Hululais, dan Sungai Penuh.

“Proyek-proyek yang dimasukan dalam 1GW, semua ada di surface atau well head. Sehingga tidak perlu lama-lama, dengan teknologi bisa accelerate dari 18 bulan jadi 12 bulan,” ujarnya pada Kamis (12/7/2023).

Di sisi lain, untuk menciptakan nilai tambah agar proyek yang akan dioperasikan cukup komersil, PGEO juga menciptakan secondary product seperti green hydrogen dan green methanol.

Selain itu, pihaknya menggandeng sejumlah vendor untuk bisa menggunakan teknologi terkini yang dapat membawa proyek panas bumi PGEO bisa segera masuk commercial on date (COD). Dengan begitu, seluruh energi geothermal yang diekstrak bisa menghasilkan megawatt dengan biaya yang lebih rendah. 

“Kita baru tandatangan tiga kontrak, ada Kaishan dari China dan Schlumberger. Nanti ada satu lagi dengan Italia. Kita mau lihat powerplant mana yang paling cepat dan fleksibel. Nanti September atau Oktober kita sudah memilih equipment­-nya,” kata dia.

Capex Lebih Murah

PGEO juga membuat hub sector yang membagi daerah operasi berdasarkan wilayah, sepert hub North Sumatera yang termasuk area panas bumi di Aceh. Julfi menyebut hub sector tersebut membuat biaya produksi menjadi lebih efisien dan ke depannya bisa mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan perseroan.

Dengan strategi tersebut ditambah penggunaan teknologi yang tepat, Julfi mengklaim PGEO bakal mengeluarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) yang lebih murah. “Kalau capex untuk proyek geothermal itu bisa USD5-6 juta, kami bisa lebih murah setengahnya,” ujarnya.

Di sisi lain, dia optimistis target 1GW bisa mendorong kinerja perusahaan. Hal itu tercermin dari capaian kinerja perseroan dengan kapasitas terpasang saat ini yang mencapai 672 MW.

“Saat ini performace PGE bagus, 672 MW kami jalani bagus. Karena resouces bagus semua, power plant bagus semua,” ujarnya.

Berdasarkan laporan keuangan PGEO sepanjang triwulan I-2023, laba bersih perseroan melonjak 49,3 persen secara tahunan (yoy) menjadi USD46,96 juta atau setara Rp704,4 miliar dengan asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS.

Capain tersebut sejalan dengan kinerja top line perusahaan yang melonjak 19 persen (yoy) menjadi USD102,61 juta (Rp1,54 triliun).

Sumber pendapatan masih didominasi dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Kamojang (39 persen), Lahendong (21 persen) dan Ulubelu (27 persen).

Sementara, meski kontribusi WKP Karaha (2,5 persen) dan Lumut Balai (10,5 persen) masih relatif kecil, namun keduanya mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang paling besar, dengan yang disebutkan pertama naik 416% secara tahunan.

                                                      

(FRI)

SHARE