MARKET NEWS

Saat Saham ‘Harga Mercy’ Tumbang, di Situ Porto Lo Kheng Hong Terbang

Aldo Fernando - Riset 19/09/2022 07:30 WIB

Dengan valuasi setinggi langit, kinerja saham tersebut kalah telak dengan portofolio miliki investor kenamaan Lo Kheng Hong (LKH).

Saat Saham ‘Harga Mercy’ Tumbang, di Situ Porto Lo Kheng Hong Terbang. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Harga saham emiten bank digital mengecewakan tahun ini. Dengan valuasi setinggi langit, kinerja saham tersebut kalah telak dengan portofolio miliki investor kenamaan Lo Kheng Hong (LKH).

Sebagaimana diketahui, Lo Kheng Hong (LKH) dikenal luas sebagai seorang value investor yang gemar mencari ‘wonderful company’ dengan harga saham yang murah.

Berkaitan dengan prinsip investasinya tersebut, LKH juga dikenal dengan jargon ‘Mercy yang dijual di harga bajaj’.

Di lain kesempatan, pria yang akrab disapa Pak Lo tersebut kadang memodifikasi istilah tersebut menjadi ‘Mercy yang dijual di harga Avanza’.

Ungkapan itu sering diucapkan Lo Kheng Hong ketika membahas valuasi suatu saham.

Maksudnya, ketika harga suatu saham jauh lebih rendah dibandingkan valuasi wajarnya, maka LKH akan menyebutnya ‘Mercy (mobil Mercedes Benz) yang dijual di harga bajaj’.

Kadang pula, pria yang dijuluki Warren Buffett Indonesia tersebut melontarkan istilah ‘saham salah harga’ untuk mengilustrasikan saham yang dihargai jauh di bawah nilai wajarnya (undervalued).

‘Saham salah harga’ dan ‘Mercy yang dijual di harga Avanza’ sendiri menjadi jenis saham yang diburu oleh pria lulusan Universitas Nasional (UNAS) tersebut.

Sebaliknya, LKH emoh membeli ‘bajaj yang dijual di harga Mercy’. Artinya, Lo Kheng Hong enggan berinvestasi di saham suatu perusahaan yang memiliki valuasi ketinggian (overvalued)  yang tidak dibarengi dengan fundamental yang cemerlang.

Di suatu acara pada awal Februari 2022, LKH sendiri menganalogikan saham bank digital sebagai ‘bajaj yang dijual seharga Mercy’ sehingga ia tidak tertarik membeli saham tersebut.

Bak David versus Goliath

Lantas, bagaimana perbandingan kinerja saham bank digital dengan deretan saham koleksi Lo Kheng Hong sepanjang 2022?

Asal tahu saja, di bawah ini Tim Riset IDX Channel berfokus ke saham LKH dengan kepemilikan di atas 5%, kecuali untuk saham emiten jasa keuangan PT Panin Financial Tbk (PNLF), emiten batu bara PT ABM Investama Tbk (ABMM).

Di kedua saham tersebut, LKH masing-masing menggenggam 3,24% dan 3,107%.

Mari kita ulas sekilas di bawah ini. (Lihat tabel di bawah.)

Sebagaimana dapat dilihat dari tabel di muka,  harga saham bank digital anjlok signifikan sejak awal tahun (YtD).

Padahal, pada tahun lalu, saham-saham tersebut menjadi primadona di kalangan pelaku pasar.

Alasannya, karena tersengat sentimen narasi bank digital dan akuisisi oleh investor strategis di tengah tuntutan pemenuhan modal inti oleh regulator.

Harga saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) menjadi saham dengan penurunan terdalam, hingga minus 59,32% ke Rp1.070/saham.

Tidak seperti 2021, tahun ini bukan menjadi milik pemegang saham BBYB. Pada tahun lalu, harga saham emiten yang dikendalikan oleh fintech Akulaku ini melesat 890%.

Demikian pula dengan saham emiten PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang ‘terjun bebas’ 54,69% tahun ini.

Pada 2021, saham ARTO terbang 349% dan sempat ke level Rp16.000/saham.

Harga saham PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) merosot 28,38% ke Rp1.640/saham secara ytd. Investor meninggalkan saham ini setelah meraih ‘cuan’ super jumbo tahun lalu.

Sepanjang 2021, harga saham BANK meroket lebih dari 2.100 persen, menjadi salah satu saham top gainers di tahun itu.

 Setali tiga uang, saham emiten bank milik Chairul Tanjung PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) sudah turun sebesar 28,94%.

Kondisi tahun ini kontras dengan 2021 yang mana BBHI meroket 4.300 persen, menjadi salah satu top gainers utama.

Berbanding terbalik, harga saham milik LKH tampil luar biasa tahun ini. (Lihat tabel di bawah.)

Dipimpin ABMM yang ketiban berkah batu bara, secara umum saham-saham utama LKH memiliki kinerja positif secara ytd.

Harga saham ABMM meroket 241,55% ke Rp4.850/saham. Bahkan, pada Kamis (15/9), saham ini melambung 20,20% dalam kurun sehari.

Sentimen positif soal harga batu bara yang terbang tinggi hingga aksi korporasi ABMM mengakuisisi 30% saham emiten batu bara Grup Sinar Mas PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) menjadi pendongkrak harga saham ABMM.

Saham emiten Grup Panin PNLF juga melesat 179,07%, ditopang sentimen pembagian dividen sampai rumor akuisisi emiten bank milik Grup Panin oleh raksasa keuangan Jepang.

Valuasi Bank Digital Masih Mahal

Bicara soal valuasi, apabila menggunakan dua metrik yang populer, PER dan PBV, harga saham keempat bank digital tersebut masih mahal. Bahkan, ketika harga sahamnya saat ini sudah turun cukup dalam.

Rasio PER (price to earnings ratio), secara gampang, berarti membandingkan harga saham dengan laba per saham. Secara umum, rasio PER di bawah 10 kali dianggap murah.

Sementara, rasio PBV (price to book value), bisa dijelaskan sebagai rasio untuk membandingkan harga saham dengan nilai buku per sahamnya. Rasio PBV di bawah 1 kali biasanya dianggap murah.

Selain dengan patokan rule of thumb di atas, membandingkan suatu saham perusahaan dengan perusahaan peers atau industri juga bisa menjadi pilihan dalam menggunakan rasio ini.

Rasio PER dan PBV yang lebih rendah tinimbang industri bisa menjadi indikasi saham tersebut lebih murah.

Sebenarnya, biasanya investor akan lebih menggunakan PBV dalam melihat valuasi saham perbankan. Namun, demi tilikan lebih populer, di sini disebutkan pula rasio PER saham-saham tersebut.

PER ARTO menjadi yang sangat mahal, mencapai 621,19 kali. Angka tersebut jauh di atas industri yang sebesar 13,04 kali.

Sementara, PER BANK dan BBYB tidak dapat dihitung lantaran keduanya mencatatkan rugi bersih.

Dari sisi PBV, keempat bank digital tersebut memiliki angka yang jauh di atas dibandingkan rerata industri (1,75 kali).

Di kutub yang berbeda, valuasi saham milik LKH secara umum berada di bawah rule of thumb.

ABMM misalnya memiliki PER di bawah industri yang sebesar 6,81 kali. Walaupun, dari segi PBV, saham ABMM dihargai lebih mahal tinimbang industri (0,88 kali).

Hanya CFIN yang memiliki PER 59,67 kali, di atas industri 19,21 kali. Namun, secara PBV, saham CFIN terbilang murah, di bawah industri sebesar 1,38 kali.

Catatan lainnya, untuk DILD, yang baru saja diakumulasi oleh LKH pada medio Agustus lalu, PER emiten properti ini negatif lantaran masih membukukan rugi bersih.

Namun, PBV DILD yang sebesar 0,40 kali terhitung lebih murah daripada rerata industri (0,81 kali). (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE