Saham BUMN Karya & ACST Menggeliat, Hanya Sesaat atau Bakal Balik Arah?
Meski downtrend, saham emiten konstruksi pelat merah melesat sepekan. Kendati ditopang sentimen positif, kinerja keuangan emiten ini masih belum pulih.
IDXChannel – Saham emiten konstruksi sedang menggeliat selama sepekan ini di tengah adanya sejumlah sentimen positif. Namun, apakah saham konstruksi akan benar-benar berbalik arah?
Sejatinya, saham konstruksi masih dalam masa downtrend atau mengalami penurunan kinerja setidaknya semenjak pandemi covid-19 di tahun 2020 silam.
Adapun menurut data Yahoo Finance, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) pernah terkontraksi hingga menyentuh Rp416/saham pada 27 Maret 2020. Masih di bulan dan tahun yang sama, harga saham beberapa emiten konstruksi lainnya juga anjlok berjamaah.
Sebut saja PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yang mencatatkan penurunan harga saham hingga level Rp401/saham pada periode 20 Maret 2020. Selain itu, PT Wijaya Karya Tbk atau WIKA juga ambles dari Rp1.875/saham pada 28 Februari 2020 menjadi Rp830/saham di perdagangan 20 Maret 2020.
Tak hanya ketiga emiten tersebut, PT PP Tbk (PTPP) juga mengalami hal sama, yakni anjlok di level Rp555/saham pada perdagangan 20 Maret 2020 dari Rp1.410/saham pada perdagangan 21 Februari 2020.
Adapun selama setahun belakangan, kinerja saham emiten-emiten konstruksi juga mengalami downtrend.
Emiten konstruksi besar seperti WIKA, PTPP, ADHI, hingga WSKT mengalami pola penurunan saham serupa. Maksudnya, sempat menanjak di bulan Oktober hingga November 2021 kemudian kembali merosot selama tahun 2022. (Lihat grafik di bawah ini.)
Dilihat kinerjanya secara year to date (YTD), sahamemiten konstruksi tersebut masih berada di zona merah.
Dalam setahun belakangan, emiten konstruksi milik Grup Astra yakni PT Acset Indonusa Tbk (ACST) juga menunjukkan kinerja negatif yaitu di angka minus 20 persen.
Sedangkan emiten lain yang kinerja sahamnya sepanjang setahun mengalami penurunan yaitu WSKT, yang harga sahamnya terkontraksi sebesar minus 24,38 persen.
Tren penurunan harga saham emiten-emiten konstruksi dalam beberapa tahun belakangan seiring tertekannya kinerja fundamental perusahaan. Apalagi, utang perseroan juga menggunung.
Sebagaimana dilansir dari laporan keuangannya, WSKT memiliki utang atau liabilitas tertinggi dibandingkan empat emiten konstruksi utama, yakni mencapai Rp77,21 triliun per semester I 2022.
Adapun emiten lainnya yang memiliki liabilitas jumbo yakni WIKA (Rp51,72 triliun), PTPP (Rp43,71 triliun), dan ADHI (Rp32,90 triliun). Sedangkan ACST menjadi emiten konstruksi dengan liabilitas terendah yakni hanya sebesar Rp1,16 triliun. (Lihat grafik di bawah.)
Selain memiliki liabilitas terendah, ACST juga memiliki debt to equity ratio (DER) di bawah rata-rata industri, yakni hanya 1,20 kali. Adapun DER industri konstruksi berada di level 1,24 kali. Informasi saja, DER adalah rasio utang dibandingkan dngan ekuitas.
Sementara, emiten konstruksi dengan DER tertinggi yakni WSKT, yang angkanya mencapai 6,92 kali. Menyusul WSKT, ADHI juga mencatatkan DER yang tinggi yakni di level 5,77 kali.
Sementara dua emiten lain yang rasionya berada di atas rata-rata DER industri yakni PTPP dan WIKA, yaitu masing-masing 3,99 kali dan 3,98 kali.
Meningkatnya utang perusahaan pelat merah tersebut didorong oleh proyek pembangunan infrastruktur besar-besaran di Tanah Air yang terdampak pandemi Covid-19.
Di samping itu, pandemi juga menyebabkan alokasi dana untuk pembangunan disesuaikan untuk penanganan krisis termasuk infrastrutur perawatan kesehatan.
Data Proyek Utama Infrastruktur (KPD) menyebutkan, lebih dari 50 persen pekerjaan konstruksi diberikan kepada emiten konstruksi BUMN seperti WIKA, ADHI, WSKT, dan PTPP.
Ini berdampak terhadap jumlah utang emiten-emiten ini yang terus bertambah dalam jumlah besar sehingga terancam mengalami kesulitan keuangan di tengah kondisi pandemi. Sementara ditundanya pelaksanaan proyek dan gangguan arus kas dapat menimbulkan masalah bagi emiten ini.
Walaupun memang, emiten konstruksi sempat tenggelam ketika pandemi, akan tetapi proyek pembangunan ibu kota negara baru atau IKN dapat menjadi harapan bagi pemulihan kinerja emiten ini.
Pembangunan proyek tersebut tentunya membutuhkan kerja sama dengan BUMN ini melalui proses mekanisme tender. Adapun beberapa emiten pelat merah terlibat dalam agenda ini, seperti WSKT yang tengah membentuk tim persiapan proyek IKN.
Selain WSKT, ADHI juga tengah mengikuti beberapa tender proyek-proyek IKN. Meski pihak perseroan belum memberikan detail proyek yang akan digarap, saat ini ADHI tengah mengikuti tender proyek infrastruktur jalan dan gedung pemerintahan untuk IKN.
WIKA juga tercatat terlibat dalam proyek ini. Menurut keterangan perseroan, WIKA sedang menyasar proyek infrastruktur, pembangkit listrik, serta instalasi pengolahan air bersih dan limbah.
Keterlibatan perusahaan konstruksi dalam menggarap proyek IKN tentunya bisa menjadi sentimen positif bagi kinerja perseroan hingga pergerakan sahamnya.
Adapun riset BRI Danareksa Sekuritas bertajuk “Equity Research Construction” yang diterbitkan pada Jumat (12/8) lalu juga memproyeksikan sentimen positif dari agenda ini.
“Rencana progresif pembangunan proyek IKN dan potensi anggaran infrastruktur yang lebih tinggi di tahun depan akan menjadi katalis kuat untuk sektor ini,” tulis analis BRI Danareksa Sekuritas, Muhammad Naufal Yunas.
Dalam riset tersebut turut disampaikan, kepastian pengembangan proyek di 2023-2024, pencapaian kontrak baru yang lebih tinggi tahun ini, dan dukungan pemerintah terhadap peningkatan likuiditas dan profitabilitas proyek dapat membantu sektor ini tumbuh positif kedepannya.
Dengan demikian, riset BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rating overweight pada sektor ini dengan pertimbangan faktor pendukung di atas.
Senada dengan BRI Danareksa Sekuritas, riset Mirae Asset Sekuritas pada 23 Mei lalu juga memberikan rekomendasi overweightpada sektor ini.
Dalam riset yang bertajuk “Construction, 2H22 Outlook: The Story Remains Intact” disebutkan, kontrak baru kontraktor BUMN untuk tahun penuh 2022 diproyeksikan akan tumbuh 15 persen secara year on year (yoy).
Berbeda dengan kedua riset di atas, MNC Sekuritas memberikan rating netral untuk sektor konstruksi di tahun 2022.
Dalam riset bertajuk “Sector Update Report” yang terbit pada 30 Mei 2022, analis MNC Sekuritas, Muhammad Rudy Setiawan melihat bahwa risk-reward dari sektor ini masih cukup tinggi.
Adapun risiko yang kemungkinan terjadi yakni pencapaian kontrak baru yang lebih lambat dan biaya hiperinflasi selama booming komoditas.
“Kendati demikian, kami percaya sentimen IKN dapat menjadi cerita turnarounddi masa depan bagi para pemain konstruksi,” tulis Rudy dalam riset tersebut.
Belum Sepenuhnya Pulih, Kinerja Keuangan Sebagian Emiten Konstruksi Masih Negatif
Walaupun sudah membaik, sebagian emiten di sektor konstruksi masih mengalami kinerja keuangan yang negatif di semester I-2022.
Salah satunya adalah ACST yang menanggung rugi bersih di semester I-2022 yaitu sebesar Rp114,45 miliar. Adapun rugi bersih tersebut telah menyusut hingga 25,28 persen dibanding semester I-2021.
Selain menderita rugi bersih, ACST juga mengalami penurunan pendapatan hingga minus 21,02 menjadi Rp508,70 miliar.
Sama seperti ACST, WSKT turut menanggung rugi bersih sebesar Rp236,52 miliar. Padahal, di periode yang sama tahun lalu, emiten ini dapat membukukan laba bersih sebesar Rp154,13 miliar.
Meski demikian, emiten ini masih mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih sebesar 29,29 persen dibanding semester I-2021. Adapun pendapatan bersih WSKT di semester I-2022 naik menjadi Rp6,09 triliun. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sementara emiten konstruksi dengan kinerja keuangan ‘terboncos’ yaitu WIKA, yang laba bersihnya ambles hingga minus 98,30 persen di triwulan I-2022. Laba bersih yang dibukukan di periode ini mencapai Rp1,33 miliar.
Tak hanya laba bersih yang merosot, pendapatan bersih WIKA juga ikut anjlok sebesar minus 19,40 persen secara yoy di triwulan I-2022 menjadi Rp3,16 triliun.
Berdasarkan laporan keuangannya, turunnya pendapatan bersih WIKA di periode ini salah satunya disebabkan oleh melonjaknya beban pajak dan penghasilan sebesar 1.945,45 persen menjadi Rp7,37 miliar. Padahal di periode sebelumnya, beban dari segmen ini hanya sebesar Rp360,28 juta.
Adapun beban lainnya yang meningkat secara signifikan yakni beban penjualan yaitu 99,95 persen menjadi Rp3,07 miliar di triwulan I-2022. Sedangkan beban lain yang meningkat yakni beban umum dan administrasi yaitu Rp202,20 miliar atau naik 19,76 persen.
Kendati sebagian emiten konstruksi mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan yang negatif, perusahaan BUMN ADHI dan PTPP masih mencatatkan kinerja keuangan yang baik di semester I-2022.
Adapun pendapatan bersih yang diperoleh PTPP di semester I-2022 sebesar Rp9,02 triliun atau tumbuh 39,74 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan laba bersihnya juga meningkat 1,07 persen secara yoy menjadi Rp86,96 miliar.
Sementara ADHI menjadi emiten konstruksi yang baik pendapatan bersih maupun laba bersihnya tumbuh paling ‘moncer’ di antara emiten lainnya. Adapun di triwulan I-2022, pertumbuhan pendapatan bersih ADHI melesat 78,79 persen menjadi Rp3,79 triliun.
Selain itu, laba bersihnya juga paling unggul yakni naik 5,41 persen secara yoy. Di periode ini, ADHI membukukan laba bersih Rp7,11 miliar, sedangkan di periode yang sama tahunlalu laba bersih yang dibukukan yakni Rp6,74 miliar.
Meningkatnya pendapatan ADHI secara signifikan ditopang oleh naiknya pendapatan dari sektor engineering dan konstruksi sebesar 83,58 persen dibanding triwulan I tahun lalu.
Sementara di triwulan I-2022, pendapatan dari sektor ini mencapai Rp3,25 triliun, yang mana berkontribusi 85,72 persen terhadap total pendapatan bersih ADHI.
Adapun sektor lainnya juga mengalami peningkatan, yakni properti dan hospitality (Rp235,53 miliar) serta investasi dan konsesi (Rp150,01 miliar).
Saham Emiten Konstruksi Merangkak Naik dalam Sepekan
Sempat meredup, saham emiten konstruksi Tanah Air kembali melesat setidaknya dalam seminggu terakhir.
Pada penutupan sesi I perdagangan Jumat (12/8), misalnya, kenaikan saham tersebut, terutama keempat BUMN konstruksi, terjadi disertai volume yang tinggi.Volume tinggi bisa diartikan bahwa minat investor yang sedang meningkat pula.
Melansir dari data BEI, saham emiten Grup Astra, ACST memimpin kenaikan sebesar 10,34 persendi level Rp192/saham.
Selain itu, saham WIKA juga melesat 6,09 persen dalam sepekan ke Rp1.045/saham. PTPP juga terapresiasi hingga 4,71 persen ke harga Rp1.000/saham di sesi I perdagangan Jumat (12/8).
ADHI dan WSKT juga sama-sama menguat di periode tersebut. Adapun saham ADHI naik 4,64 persen ke Rp790/saham. Sementara WSKT sahamnya menanjak 4,59 persen menjadi Rp570/saham.
Tak hanya itu, emiten-emiten konstruksi pelat merah di Tanah Air menunjukkan penguatan kinerja saham selama sepekan dan sebulan. BEI mencatat, per Kamis (18/8), ACST memimpin kinerja sepekan dan sebulan masing-masing sebesar 13,61 persen dan 20,75 persen.
Kemudian disusul dengan PTPP yang sahamnya tumbuh 9,57 persen dalam sepekan dan 15,08 persen dalam sebulan. Saham ADHI juga menguat dalam sepekan hingga 9,40 persen. Adapun dalam sebulan, sahamnya juga naik hingga 8,67 persen.
Kedua emiten konstruksi lainnya juga terpantau menguat di pekan ini, yakni WSKT (8,49 persen) dan WIKA (8,21 persen). Sementara dalam kurun sebulan, baik WSKT mauun WIKA masih menunjukkan kinerja saham positif, yaitu masing-masing di angka 11,65 persen dan 13,44 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)
Meski kompak menguMeski kompak menguat selama sepekan maupun sebulan belakangan, performa saham mayoritas emiten konstruksi sepanjang 2022 masih berada di zona merah.
Sebagaimana dilansir dari BEI pada Kamis (18/8), WSKT menjadi emiten konstruksi dengan kinerja saham YTD terburuk yakni berada di minus 9,45 persen.
Kemudian disusul dengan ACST dan ADHI yang kinerja sahamnya masing-masing di minus 8,57 persen dan minus 8,94 persen. Selain ketiga emiten tersebut, saham WIKA juga turut memerah, yakni terkontraksi minus 4,52 persen.
Meski didominasi kinerja saham yang anjlok secara YTD, PTPP menjadi satu-satunya emiten yang kinerja sahamnya masih tumbuh positif di angka 4,04 persen.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.