Simak! Grup Salim Ternyata ‘Nyangkut’ di Saham Emiten Ini
Grup Salim dikenal sebagai salah satu konglomerasi raksasa di Tanah Air. Namun, ternyata, tidak semua portofolio grup Salim mentereng.
IDXChannel – Grup Salim dikenal sebagai salah satu konglomerasi raksasa di Tanah Air. Bisnis Grup Salim merentang mulai dari mie instan, perkebunan sawit, infrastruktur, perbankan sampai ritel. Namun, ternyata, tidak semua portofolio grup yang dikendalikan oleh Anthoni Salim ini moncer.
Hal tersebut, salah satunya, terlihat dari ‘terjebaknya’ Grup Salim lewat anak usahanya, PT Indolife Pensiontama, di emiten produsen aki, PT Nipress Tbk (NIPS) yang berpotensi delisting alias hengkang dari bursa.
Menurut keterbukaan informasi di website Bursa Efek Indonesia (BEI), 5 Juli 2022, pihak bursa mengumumkan suspensi (penghentian sementara perdagangan) saham NIPS telah mencapai lebih dari 24 bulan atau 2 tahun.
Sesuai dengan Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, dalam ketentuan III.3.1.2, bursa dapat menghapus saham suatu emiten apabila saham tersebut disuspensi di pasar reguler dan pasar tunai sekurang-kurangan selama 24 bulan terakhir.
Asal tahu saja, per 31 Maret 2022, Indolife menggenggam 7,59% saham NIPS, sedangkan PT Trinitan International menguasai 23,85%. Sisanya, emiten sekuritas PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) dan PT Tritan Adhitama Nugraha masing-masing memiliki 12,00% dan 10,45% saham NIPS.
Adapun, Komisaris Utama NIPS, Ferry Joedianto Robertus Tandiano memiliki 5,33% saham Nipress.
Penyebab bursa ‘menggembok’ saham NIPS adalah lantaran perusahaan mengalami masalah going concern atau gangguan bisnis, termasuk terjerat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sejak awal 2020 silam.
Bursa sebenarnya telah melakukan suspensi saham NIPS sejak 1 Juli 2019 akibat perusahaan belum melaporkan kinerja keuangan interim kuartal I 2019.
Nipress sendiri terakhir kali melaporkan rapor keuangan per kuartal III 2018, kendati laporan keuangan tersebut tidak bisa diakses publik.
Kemudian, pada 19 Februari 2020, BEI kembali mensuspensi NIPS terkait adanya PKPU perusahaan.
Kinerja Saham NIPS dalam 5 Tahun Terakhir
Dalam informasi terakhir terkait PKPU, pada 5 Januari 2022, manajemen NIPS menjelaskan, perseroan sedang dalam tahap melakukan penunjukkan pengacara atau lawyer yang akan mendampingi perseroan dalam menghadapi permasalahan tersebut.
“Untuk proses selanjutnya, perseroan akan menginformasikan lebih lanjut kepada Bursa,” kata manajemen NIPS, dikutip IDXChannel, Senin (11/7/2022).
Hal tersebut untuk menanggapi pertanyaan bursa sehubungan dengan Pengumuman pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 41/Pdt.Sus-Pailit-Pembatalan Perdamaian/2021/PN.Niaga Jkt.Pst tanggal 29 Desember 2021 terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dalam suratnya tersebut bursa bertanya soal, di antaranya, latar belakang terjadinya permohonan pembatalan perdamaian yang diajukan oleh PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW) kepada NIPS dan dampak lanjutannya dari wanprestasi perjanjian damai (homologasi tersebut) terhadap perusahaan.
Sebelumnya, PKPU NIPS sendiri sempat berakhir damai pada Desember 2020.
Masih Terseok-seok
Dalam penjelasan kepada bursa pada 29 Desember 2021, perusahaan menjelaskan rencana pemulihan going concern di tengah proses PKPU perusahaan.
Untuk menyebut beberapa, manajemen menjelaskan perusahaan masih terus menjaga relasi dengan konsumen existing, berusaha mendapatkan proyek pemerintah, dan menjalin kerja sama pengadaan aki untuk sejumlah industri.
Soal rencana lainnya, perseroan salah satunya akan berusaha memenuhi kewajiban-kewajiban perseroan ‘dalam rangka rencana aktivitas kembali saham NIPS yang disuspensi'.
Perusahaan juga akan memenuhi kewajiban kepada para kreditur ‘walaupun dalam kondisi yang sangat sulit dikarenakan pandemi Covid-19 yang berkepanjangan’ dan mencari alternatif pendanan lain selain perbankan.
Berkaitan dengan itu, perseroan juga mengaku masih kesulitan untuk merealisasikan rencana bisnis tersebut di atas lantaran terkendala modal kerja.
“Perseroan akan meminta pemegang saham mayoritas dan/atau pengendali perseroan untuk terus membantu menyediakan pembiayaan modal kerja yang diperlukan,” jelas manajemen.
Soal kinerja entitas anak perseroan, sektor aki otomotif masih terhambat kendati sudah mengalami pertumbuhan pada sektor OEM sejak Juli 2020. Per kuartal IV 2021, penjualan aki, baik otomotif maupun industrial, mengalami penurunan tinimbang kuartal III 2021.
Portofolio Indolife
Lengan bisnis Grup Salim di bidang asuransi jiwa dan dana pensiun, Indolife Pensiontama tercatat menggengam saham di sejumlah emiten, termasuk bank milik Grup Salim, PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA).
Indolife juga menguasai 17,58% saham emiten kabel listrik PT Jembo Cable Company Tbk (JECC). (Lihat tabel di bawah ini.)
Tidak hanya nama-nama di atas, Indolife juga memiliki saham di emiten produsen alas kaki yang sudah cabut dari bursa sejak 2006, PT Kasogi International Tbk (dulu berkode GDWU).
Sebelumnya, Indolife juga pernah masuk daftar pemegang saham di atas 5% emiten bank CT Corp, PT Bank Mega Tbk (MEGA) dengan total 5,70% saham per 31 Desember 2021.
Namun, dalam laporan keuangan MEGA per 31 Maret 2022 nama Indolife tidak ada lagi di daftar pemegang saham di atas 5%. Kemungkinan, kepemilikan Indolife menyusut di MEGA sehingga hilang dari daftar tersebut.
Gurita Bisnis Grup Salim
Sementara, selain lewat Indolife, Grup Salim sendiri memiliki sejumlah kendaraan investasi lainnya yang mengendalikan emiten-emiten beken di bursa.
Sebut saja, Grup Indofood, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), emiten sawit PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
Selanjutnya, emiten otomotif PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) dan anak usahanya PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS), emiten pengelola ritel PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), emiten infrastruktur jalan tol PT Nusantara Infrastructure Tbk (META).
Sang bos, Anthoni Salim, sendiri secara pribadi menggenggam 11,12% saham emiten data center PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dan emiten teknologi Grup Emtek PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) sebesar 9,00%. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.