MARKET NEWS

Wilmar di Pusaran Kasus CPO hingga Beras Oplosan, CGSI Pangkas Rekomendasi

TIM RISET IDX CHANNEL 27/07/2025 12:30 WIB

Wilmar Group kembali menjadi sorotan setelah terseret dalam dua kasus besar di Indonesia yang menyangkut komoditas strategis, kelapa sawit dan beras.

Wilmar di Pusaran Kasus CPO hingga Beras Oplosan, CGSI Pangkas Rekomendasi. (Foto: Wilmar)

IDXChannel - Wilmar Group kembali menjadi sorotan setelah terseret dalam dua kasus besar di Indonesia yang menyangkut komoditas strategis, kelapa sawit dan beras.

Perusahaan agribisnis raksasa asal Singapura ini kini menghadapi ketidakpastian hukum akibat penyelidikan kepolisian atas dugaan penjualan beras oplosan serta kasus dugaan korupsi dalam penerbitan izin ekspor minyak sawit mentah (CPO).

Mengutip The Business Times (21 Juli 2025), CGS International (CGSI) baru-baru ini menurunkan rekomendasi Wilmar International, yang tercatat di Bursa Singapura (SGX), dari “hold” ke “reduce”, dengan target harga SGD2,70 (turun dari SGD3,15), setelah muncul kekhawatiran meningkatnya risiko regulasi di Indonesia.

Menurut analis CGSI Jacquelyn Yow, bisnis beras Wilmar di Tanah Air memang bukan kontributor utama terhadap laba operasional grup. Namun, sejumlah kabar negatif teranyar mulai menimbulkan ketidakpastian baru yang bisa membayangi prospek Wilmar ke depan.

“Meski kontribusi bisnis beras Wilmar di Indonesia terhadap laba operasional secara keseluruhan kemungkinan tidak signifikan, perkembangan terbaru di negara tersebut — termasuk penyitaan lahan dan dugaan kasus korupsi — telah menambah ketidakpastian bagi grup ini," ujar Yow.

Pada 15 Juli, Satgas Pangan Polri telah membuka penyelidikan terhadap empat produsen beras utama, termasuk Wilmar, atas tuduhan pengepakan beras perantara kelas menengah sebagai beras premium.

Mengutip The Edge Singapore, Kamis (24/7/2025), Wilmar International membantah tuduhan bahwa pihaknya menjual beras oplosan, dan menyatakan akan terus bekerja sama dengan otoritas Indonesia untuk membersihkan nama baik perusahaan. Pernyataan ini disampaikan dalam keterbukaan informasi di SGX pada 24 Juli.

Grup merespons pemberitaan media terkait penyelidikan otoritas Indonesia terhadap dugaan pemalsuan mutu dan manipulasi harga beras oleh sejumlah produsen. Jakarta Globe melaporkan, sebanyak 26 merek beras premium tengah diselidiki, dan Wilmar International termasuk di antaranya.

Tuduhan tersebut menyebutkan, beras berkualitas rendah dijual sebagai produk premium dengan harga tinggi. Wilmar juga mengonfirmasi bahwa sejumlah karyawan mereka telah dimintai keterangan oleh pihak berwenang.

Pada Mei lalu, Wilmar International bersama anak-anak usahanya menyetor uang jaminan sebesar Rp11,9 triliun (sekitar USD930 juta) terkait dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi pada 2021, saat Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng.

Langkah ini diambil sebagai respons atas dakwaan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap lima anak usaha Wilmar—yakni Multimas Nabati Asahan, Multi Nabati Sulawesi, Sinar Alam Permai, Wilmar Bioenergi Indonesia, dan Wilmar Nabati Indonesia—atas dugaan merugikan keuangan negara, memperoleh keuntungan tidak sah, serta mengganggu sektor usaha. Dugaan pelanggaran itu terjadi sepanjang Juli hingga Desember 2021.

Belakangan, Kejagung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam proses itu, kelima anak usaha Wilmar diminta menunjukkan itikad baik dan keyakinan mereka terhadap sistem peradilan Indonesia melalui penyetoran uang jaminan.

Masih mengutip The Edge Singapore, uang jaminan tersebut akan dikembalikan apabila MA menguatkan putusan pengadilan sebelumnya. Namun, bisa disita sebagian atau seluruhnya jika Mahkamah menyatakan anak usaha Wilmar bersalah.

Pihak entitas anak Wilmar menegaskan, seluruh tindakan yang mereka ambil dilakukan dengan itikad baik dan tanpa unsur korupsi.

Sementara itu, PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (CEKA), anak usaha yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) di bawah naungan Wilmar, juga telah menegaskan tidak terkait dengan kasus dugaan korupsi ekspor CPO tersebut.

Corporate Secretary CEKA, Emmanuel Dwi Iriyadi menyebut, berbagai pemberitaan terkait kasus korupsi CPO tidak ada kaitannya dengan perusahaan.

"Berita tersebut tidak menyebutkan PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk sehingga tidak ada kaitan dan atau hubungan hukum dengan perseroan," katanya lewat surat jawaban kepada BEI, pada 19 Juni 2025.

Kembali ke analisis CGSI, Yow memperkirakan potensi dampak finansial dari kasus ini mencapai hampir 2 persen dari total laba bersih Wilmar tahun fiskal 2025, dengan kerugian dari hilangnya pendapatan bunga diperkirakan mencapai USD729 juta.

Yow menambahkan, berbagai persoalan regulasi yang dihadapi Wilmar di Indonesia, ditambah dengan meningkatnya volatilitas harga komoditas akibat tarif impor dari Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik, diperkirakan masih akan membayangi prospek jangka pendek perusahaan tersebut.

Analis CGSI tersebut juga memangkas proyeksi laba inti Wilmar untuk tahun fiskal 2025 hingga 2027 sebesar 0,4 persen hingga 12,5 persen. Revisi ini mempertimbangkan penurunan margin pada segmen pakan ternak dan industri akibat melemahnya margin pengolahan kedelai, serta margin penyulingan sawit yang lebih rendah.

Untuk kuartal kedua 2025, Yow memperkirakan Wilmar akan membukukan laba bersih sekitar USD260 juta hingga USD270 juta. Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai USD343 juta, dan juga turun dibandingkan kuartal II 2024 yang sebesar USD278 juta.

Ia juga menyoroti, margin penyulingan minyak sawit kemungkinan masih tertekan pada kuartal II hingga IV tahun fiskal 2025. Hal ini disebabkan oleh revisi tarif ekspor Indonesia yang berdampak pada penurunan margin penyulingan.

Segmen produk makanan juga dinilai masih lesu, karena permintaan yang lemah dan beban promosi yang tinggi, terutama untuk produk konsumen, yang dapat menekan margin lebih lanjut. Dalam laporannya, Yow secara khusus menyoroti lemahnya konsumsi konsumen di China sebagai faktor yang membebani volume penjualan segmen ini.

Sebelumnya pada 17 Juli, Wilmar mengumumkan rencana untuk mengakuisisi hingga 20 persen saham AWL Agri Business, yang sebelumnya dikenal sebagai Adani Wilmar, dari Adani Commodities, dengan harga INR275 per saham.

Transaksi ini merupakan bagian dari perjanjian opsi yang diteken pada Desember 2024, yang menetapkan harga maksimum INR305 per saham. Adani Commodities sebelumnya telah menyatakan akan keluar dari usaha patungan tersebut.

Meski struktur final masih dalam tahap negosiasi, Wilmar memastikan akan mengambil alih kepemilikan minimal 11 persen dan maksimal 20 persen saham AWL sesuai dengan perjanjian tersebut.

Singkat kata, meski kontribusi bisnis beras tergolong kecil, penanganan serius terhadap kasus ini menunjukkan meningkatnya tekanan terhadap operasi Wilmar di Indonesia.  

Perkembangan ini patut menjadi perhatian investor, mengingat peran Wilmar sebagai konglomerat agribisnis global yang sangat eksposur terhadap regulasi di pasar negara berkembang seperti Indonesia. (Aldo Fernando)

>
SHARE