Kecanduan Judol Tergolong Gangguan Psikis, Begini Perkembangannya Sepanjang 2024
Kecanduan judi bisa berlanjut hingga menjadi gangguan psikis yang perilakunya hampir sama dengan pecandu zat terlarang.
IDXChannel—Kecanduan judi online di Indonesia tak kunjung membaik. Sampai awal November 2024, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan nilai transaksi judi online mencapai Rp283 triliun.
Pada semester pertama 2024, PPATK mencatat nilai transaksi judi online sudah tembus di angka Rp117,59 triliun. Angka paruh pertama 2024 ini telah melampui nilai transaksi judol sepanjang 2022, yakni Rp104,79 triliun.
Nilai transaksi itu adalah potensi perputaran ekonomi yang hilang sia-sia. Bila berlanjut tanpa penanganan lebih serius, tidak menutup kemungkinan angka pemain judi berikut nilai transaksinya akan meningkat tahun depan.
Kecanduan judi online yang mewabah di kalangan masyarakat bukan hanya merugikan perekonomian skala mikro dan menurunkan kesejahteraan keluarga, tapi juga menganggu psikologis pemainnya.
Tidak banyak yang tahu bahwa kecanduan judi bisa berlanjut hingga menjadi gangguan psikis yang perilakunya hampir sama dengan pecandu zat terlarang, oleh sebab itu tidak mudah menyadarkan seorang pemain judi agar berhenti bertaruh.
Kecanduan Judi Online Sudah Tergolong Gangguan Psikologis
Kecanduan Judol Adalah Adiksi Perilaku
Dalam laman resmi Kementerian Kesehatan, dr Lahargo Kembaren, Sp.KJ yang bertugas di RS Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor menuliskan bahwa perilaku judi yang sudah pada tahap kecanduan, adalah gangguan kejiwaan yang disebut dengan pathological gambling.
Gangguan ini terjadi saat pemain tidak lagi mampu mengendalikan impuls atau dorongan untuk berjudi, meskipun dia menyadari konsekuensi negatif dari perjudian. Kecanduan judi memiliki gejala klinis yang dapat diamati:
- Ada dorongan/impuls kuat untuk berjudi
- Sulit menghentikan aktivitas judi
- Gangguan emosional meningkat saat tidak berjudi
- Menggunakan judi sebagai coping mechanism saat stress atau sedang bermasalah
Pada kebiasaan judi yang sudah di tahap kecanduan, sirkuit saraf otak dapat mengalami gangguan yang sama seperti kecanduan zat terlarang. Oleh sebab itu pecandu judi sulit berhenti karena keseimbangan saraf otaknya terganggu.
dr Lahargo merinci beberapa jenis gangguan saraf otak yang dapat terjadi pada pecandu judi:
- Gangguan keseimbangan neurokimiawi/neurotransmitter
- Gangguan regio otak
Gangguan regio otak dapat menimbulkan gangguan mental dan perilaku seperti:
- Cognitive contol (kontrol pikiran yang terganggu)
- Decision making (sulit mengambil keputusan)
- Reward/loss processing (kemampuan mengolah situasi menang/kalah)
- Delay & probablistic discounting (kemampuan menunda dan menghitung kemungkinan yang terganggu)
- Reversal learning (pembelajaran terbalik terganggu)
- Alternation learning (sulit menemukan alternatif)
- Risk-taking (jadi terlalu berani mengambil risiko)
Gangguan-gangguan ini semakin berbahaya jika terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja, sebab pertumbuhan dan perkembangan otak masa anak dan remaha belum cukup matang untuk memproses informasi.
Sehingga dapat menyebabkan gangguan yang lebih serius pada struktur sekaligus fungsi otak, yang kemudian dapat berakibat pada gangguan kepribadian dan kejiwaan berat.
Adapun dalam Diagnostic Statistical Manual (DSM V), seorang dikatakan mengalami gangguan kompulsif judi patologis jika memenuhi paling tidak lima kriteria gejala di bawah ini selama 12 bulan:
- Keinginan untuk judi semakin bertambah untuk mendapatkan kenikmatan yang diharapkan
- Gelisah, sensitif, dan mudah tersinggung saat berupaya mengurangi atau berhenti judi
- Selalu gagal saat berupaya mengurangi dan berhenti judi
- Selalu berpikir untuk lari ke perjudian karena sugesti pengalaman judi sebelumnya, selalu berupaya mendapatkan uang untuk berjudi
- Melarikan diri ke perjudian saat sedang stress, cemas, gelisah, tertekan, dan saat merasa bersalah
- Meskipun telah kehilangan banyak uang, tetap kembali berjudi dengan harapan mendapatkan uangnya kembali
- Berbohong dan menjadi manipulatif
- Mengalami masalah dalam relasi, pekerjaan, akademik, karier, dan kesempatan karena perjudian yang dilakukan
- Bergantung pada orang lain untuk mengatasi masalah keuangan yang muncul akibat judi
Kecanduan Berujung Psikoterapi
Pada akhirnya judi online yang tidak terkendali berpotensi berujung pada kecanduan, yang secara klinis membutuhkan penanganan psikiater. Sampai dengan Oktober 2024, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menangani 126 pasien terjangkit judi online.
Psikiater Konsultan Adiksi dan Kepala Divisi Psikiatri RSCM DR Dr Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ mengatakan problem judi online sudah mulai muncul di Indonesia sejak 2021, dan semakin parah saat pandemi Covid-19 berlangsung.
“Setelah pandemi berakhir, judi online justru makin meningkat karena akses pinjaman online semakin mudah,” kata Kristiana dalam media briefing pada November silam.
Kristiana mengatakan dari pasien-pasien judol yang ditangani RSCM, ada sebagian yang juga menderita kerusakan otak sehingga diperlukan obat-obatan untuk menekan impuls para pasien untuk bermain judi.
Psikoterapi juga dilakukan terhadap pada pasien. Pada pasien dengan kerusakan otak pada bagian depan, diberikan transmagnetic stimulation, yakni dengan mengalirkan gelombang elektromagnetik yang bisa mengaktifkan ‘stop system’ di otak depan, sehingga pasien bisa mengendalikan perilakunya.
Jika pasien sudah kambuh lebih dari tiga kali dan perilakunya tetap sulit dikendalikan, dan pasien masih sulit melepaskan diri dari ponselnya, maka pasien harus dirawat inap.
Bagi orang awam, kecanduan mungkin diasosiasikan dengan penggunaan obat-obatan terlarang dan zat adiktif lainnya seperti nikotin dan alkohol. Padahal, judi online pun bisa membuat pelakunya kecanduan ke tahap klinis.
Sayangnya Anak-Anak dan Remaja pun Bermain
Mengutip laman Portal Informasi Indonesia (30/12), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan sebanyak 191.380 anak berusia 17-19 tahun terlibat judi online, dengan 2,1 juta transaksi. Nilainya mencapai Rp282 miliar.
Lebih miris lagi, 1.160 anak di bawah usia 11 tahun pun tercatat melakukan 22.000 transaksi judol dengan nilai transaksi Rp3 miliaran. Berdasarkan catatan PPATK, Jawa Barat adalah provinsi dengan angka keterlibatan anak pada judi online.
Ada 41.000 anak di Jawa Barat tercatat telah melakukan 459.000 transaksi dengan nilai Rp49,8 miliar. Sedangkan kota/kabupaten dengan jumlah anak pemain judol tertinggi berada di Jakarta Barat, dengan jumlah 4.300 anak dan nilai transaksi Rp9 miliar.
Saat ini pemain judi online di Indonesia mencapai 4 jutaan orang, dengan sebaran usia yang merata, dari anak-anak hingga orang tua. Menurut catatan Kemenko Polhukam, dari jumlah itu sekitar 2 persen di antaranya berusia 10 tahun.
Berikut rincian demografi pemain judi online di Indonesia hingga 2024:
- Usia 10 tahun: 2 persen (80.000 orang)
- Usia 10-20 tahun: 11 persen (440.000 orang)
- Usia 21-30 tahun: 13 persen (1,35 juta orang)
- Usia 31-50 tahun: 40 persen (1,64 juta orang)
- Lebih dari 50 tahun: 34 persen (1,35 juta orang)
Pemerintah juga mencatat, rata-rata pemain judi online berasal dari masyarakat kelas menengah bawah, persentasenya mencapai 80 persen dari keseluruhan pemain. Adapun nominal transaksinya mulai dari Rp10.000 sampai Rp100.000 per orang.
Penanganan Belum Optimal
Dalam perbincangan di platform media sosial, khususnya X dan Instagram, secara umum masyarakat menilai penanganan wabah judi online di Indonesia belum optimal. Pemerintah bahkan dianggap kurang serius dalam upayanya menyembuhkan Indonesia dari candu ini.
Demikian pula pendapat dari ekonom. Direktur dan Head of Research Group CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan penanganan judol sepanjang tahun ini belum optimal, karena server dan otak pelaku judi online ada di luar negeri dan belum ditindak secara hukum.
“Perjanjian lintas negara untuk kejahatan judi online sepertinya belum didorong maksimal. Juga masih bertebaran iklan judi online di media sosial,” tutur Bhima kepada IDXChannel.
Selain itu, kasus oknum pegawai Komdigi yang menjadi fasilitator bandar judol pun menimbulkan pesimisme di kalangan masyarakat, bahwa oknum-oknum yang bekerja di pemerintahan selama ini malah mem-back up judi online.
Selain itu, Bhima juga menyoroti saluran yang digunakan para pemain judi untuk mengirimkan deposit, e-wallet salah satunya.
“Kuncinya ada di pelarangan iklan judi online di semua platform, penindakan transaksi judi online di sektor keuangan pun penting, termasuk pemanfaatan kripto untuk memfasilitasi judi online. Edukasi di tingkat keluarga juga penting untuk mencegah anak bermain judi,” kata Bhima.
Kilas Balik Judi Online 2024, Bagaimana Tahun Depan?
Wabah candu judi online di Indonesia seperti lingkaran setan. Mayoritas pemain adalah orang miskin yang menginginkan uang cepat dengan pertaruhan yang dikiranya tak seberapa. Kondisi ini diperburuk dengan literasi keuangan yang minim.
Jumlah lapangan kerja yang tak sebanding dengan jumlah angkatan kerja baru, maupun yang menganggur, pun tak membantu. Dengan kondisi ekonomi sekitar yang mungkin kurang potensial, orang rela bertaruh demi peluang kemenangan.
Terlepas dari kondisi ekonomi yang mendorong para pemain untuk berjudi, judi pada dasarnya adalah permainan yang diatur oleh bandar. Hal ini dikemukakan sendiri oleh mantan pekerja judi Dennis Lim.
Pemain dibuat penasaran untuk menang, lalu dibuat ketagihan saat menang. Lalu akhirnya terbentuklah siklus lingkaran setan yang sulit terputus. Dampak terburuk bisa berujung keretakan rumah tangga, kemiskinan yang makin parah, utang menumpuk, bahkan bisa berujung kematian.
Judi online tidak hanya merugikan pemain, tapi juga merugikan orang-orang di sekitar mereka. Diperlukan edukasi keuangan yang masif dan menyeluruh untuk menumpas judi online di kalangan masyarakat.
Itulah kilas balik judi online berkembang di Indonesia sepanjang 2024.
(Nadya Kurnia)