Mengenal Tren Conscious Unbossing yang Marak di Kalangan Gen Z
Sebagian orang mungkin belum mengenal tren Conscious Unbossing yang saat ini menjadi fenomena di kalangan generasi Z atau Gen Z.
IDXChannel – Sebagian orang mungkin belum mengenal tren Conscious Unbossing yang saat ini menjadi fenomena di kalangan generasi Z atau Gen Z.
Istilah ini merujuk pada tren di mana Gen Z menolak menduduki posisi manajerial. Padahal, Gen Z merupakan generasi termuda di dunia kerja yang seharusnya sudah mulai menduduki posisi manajemen.
Namun menurut laporan penelitian perusahaan asal Inggris Robert Walters, dari 3.600 Gen Z yang disurvei ada sebanyak 72 persen pekerja Gen Z yang cenderung lebih memilih berkembang dalam peran sebagai pekerja independen dibanding masuk ke jajaran manajerial.
Fenomena inilah yang kemudian digambarkan dengan istilah Conscious Unbossing. Untuk mengenal tren Conscious Unbossing di kalangan Gen Z, IDXChannel mengulas penjelasan lengkapnya sebagai berikut.
Mengenal Tren Conscious Unbossing
Conscious Unbossing adalah istilah yang menggambarkan kesadaran generasi muda, khususnya generasi Z, dalam menolak peran manajerial di tingkat menengah dan atas. Penolakan ini tentunya bukan tanpa alasan. Generasi Z adalah generasi yang tumbuh di era digital di mana pola pikir mereka lebih mengutamakan fleksibilitas, otonomi, dan keseimbangan hidup. Bagi generasi termuda di dunia kerja ini, posisi manajer tidak selalu menjadi tolok ukur kesuksesan, tetapi bisa membawa stres yang berlebihan, tanggung jawab yang tidak sebanding dengan imbalan, serta berkurangnya kesempatan untuk mengembangkan diri di luar batas-batas perusahaan.
Hal ini bukan berarti Gen Z menolak kesuksesan. Lebih dari itu, mereka lebih memilih kesuksesan yang mungkin tidak disertai dengan tanggung jawab yang berlebihan dalam mengelola orang lain.
Tren ini berkembang sebagai respons terhadap perubahan nilai dan prioritas yang sangat dipengaruhi oleh teknologi, ekonomi, dan budaya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan generasi Z cenderung menolak posisi sebagai manajer atau bos dalam pekerjaan mereka. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi fenomena ini.
1. Prioritas pada Keseimbangan Hidup dan Pekerjaan
Generasi Z sangat menghargai keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Karena itulah, mereka cenderung menolak posisi yang memiliki tanggung jawab besar tetapi menawarkan sedikit imbalan dalam hal waktu dan kesehatan mental. Bagi mereka, posisi manajer seringkali diidentikkan dengan stres berlebihan dan waktu kerja yang panjang.
2. Menginginkan Fleksibilitas
Generasi ini tumbuh dalam era digital yang memungkinkan pekerjaan jarak jauh, otonomi, dan fleksibilitas. Mereka lebih memilih bekerja di lingkungan yang mendukung gaya kerja yang dinamis dan memberi kebebasan untuk mengatur waktu dan metode kerja mereka sendiri, daripada peran manajerial yang lebih struktural dan rigid.
3. Memiliki Definisi Kesuksesan Sendiri
Bagi banyak orang di generasi Z, kesuksesan tidak lagi diukur dari pencapaian hierarki atau jabatan, melainkan dari kemampuan untuk menciptakan dampak, berinovasi, atau menemukan kesejahteraan secara holistik. Mereka cenderung menilai pengalaman, pertumbuhan pribadi, dan dampak sosial sebagai indikator utama kesuksesan.
4. Pandangan Terhadap Kepemimpinan
Generasi ini lebih memilih kepemimpinan kolaboratif daripada gaya kepemimpinan tradisional yang hirarkis. Mereka lebih menghargai lingkungan yang memberdayakan semua orang di tim untuk memberikan kontribusi yang signifikan, tanpa harus berada di posisi formal yang mengharuskan mereka untuk memimpin tim dengan cara tradisional.
5. Menghindari Stres di Tempat Kerja
Biaya hidup yang meningkat, ketidakpastian ekonomi, dan pengalaman melihat generasi sebelumnya mengalami burnout dalam posisi manajerial membuat generasi Z lebih berhati-hati dalam mengambil peran yang berpotensi membawa tekanan tinggi tanpa imbalan yang setimpal.
Itulah beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya tren Conscious Unbossing di kalangan generasi Z. Jika tren ini berlanjut, dunia korporasi mungkin perlu beradaptasi dengan model manajemen yang lebih fleksibel dan inklusif. Misalnya, dengan memberikan lebih banyak kesempatan bagi kolaborasi dan inovasi di semua level. Perusahaan juga mungkin harus lebih kreatif dalam menciptakan peran yang memberikan keseimbangan antara tanggung jawab, imbalan, dan peluang pengembangan diri.