Angka Pernikahan di RI Turun, BKKBN: Karena Banyak Perceraian dan Orang Toxic
Angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan yang konsisten dalam periode 2018 sampai 2023. Salah satu penyebabnya yaitu banyaknya kasus perceraian.
IDXChannel - Angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan yang konsisten dalam periode 2018 sampai 2023. Salah satu penyebabnya yaitu banyaknya kasus perceraian.
Sepanjang 2023, jumlah pernikahan di Indonesia hanya sebanyak 1,58 juta. Angka tersebut menurun 7,51% dibandingkan tahun sebelumnya yang jumlah pernikahannya sebanyak 1,71 juta.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), DR. (HC), dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengakui ada penurunan angka pernikahan dalam beberapa waktu terakhir. Data dari Statistik Indonesia tak jauh berbeda dengan data dari Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH)
SIMKAH sendiri menjadi salah satu sumber data yang dipercayai oleh BKKBN. Menurut dr. Hasto dari laporan SIMKAH, di tahun 2023 total pernikahan di Indonesia hanya sebanyak 1.544.571. Data tersebut telah dihimpun dari Sabang sampai Merauke.
Namun, ia menjelaskan bahwa data yang tersebut hanya menghimpun jumlah pernikahan yang menikah secara Islam. Sementara untuk yang Nasrani, data jumlah pernikahannya masih berada di masing-masing Gereja atau Paroki.
“Sebetulnya SIMKAH itu belum semuanya tapi itu mayoritas yang Islam. Jadi yang non-Muslim masih belum masuk. Biasanya karena SIMKAH ini dari KUA dan KUA itu masih mencatat yang Muslim,” jelas dr. Hasto saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (6/3/2024).
“Sedangkan yang non-Muslim masih di Gereja atau di Paroki. Tetapi memang saya tidak menolak bahwa data yang ada ini trennya menurun untuk pernikahan ya,” sambungnya.
dr Hasto mengamati angka pernikahan tersebut menurun khususnya di kelompok usia subur. Menurutnya, dari kelompok usia 20 tahun sampai dengan 39 tahun mengalami penurunan angka.
Ia pun melihat adanya korelasi yang erat antara penurunan angka pernikahan di Indonesia dengan banyaknya perceraian yang terjadi. Sehingga masyarakat berpikir keras atau bahkan enggan untuk menikah.
“Iya (karena banyaknya perceraian), saya menghubungkan beberapa data itu nyambung gitu. Jadi kemungkinan, sebab ini kan berkorelasi ya artinya ada korelasi-korelasi yang menarik gitu,” ujar dr. Hasto.
Banyaknya perceraian yang terjadi menjadi salah satu ketakutan atau pun benteng yang melindungi diri untuk tidak melangsungkan pernikahan. Sebab mereka yang tidak ingin menikah takut mengalami trauma ataupun kekecewaan akibat gagal membina rumah tangga.
Angka Kelahiran Ikut Menurun
Bukan cuma itu, menurut dr. Hasto penyebab lain angka pernikahan di Indonesia menurun lantaran jumlah orang yang toxic terus bertambah dari waktu ke waktu. Data dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan pada 2013, remaja-remaja yang toxic itu 6%, tapi pada 2018 terus meningkat menjadi 9,8%.
“Sehingga toxic people, mental-emotional disorder, psikosis, skizofrenia juga mempengaruhi perceraian dan mungkin juga mempengaruhi orang untuk tidak menikah,” jelasnya.
Menurunnya, angka pernikahan di Indonesia ini berdampak juga pada angka Total Fertility Rate (TFR) atau rata-rata jumlah anak yang dilahirkan wanita. Dr. Hasto menyatakan bahwa TFR Indonesia dari tahun 2010 hingga 2023 pun juga ikut mengalami penurunan.
“Tahun 2010 itu rata-rata perempuan melahirkan satu perempuan hampir 2,5 persen rata-rata. Nah di tahun 2022 ini sudah mencapai 2,18 persen. Artinya itu menunjukkan bahwa memang mereka tidak nikah atau mungkin mereka anaknya sedikit,” pungkasnya.
(FRI)