News

Bea Cukai Cek Kabar Bantuan Alat SLB dari Korsel Ditagih Ratusan Juta

Atikah Umiyani/MPI 27/04/2024 19:30 WIB

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara perihal isu yang viral di media sosial.

Bea Cukai Cek Kabar Bantuan Alat SLB dari Korsel Ditagih Ratusan Juta. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara perihal isu yang viral di media sosial mengenai salah satu nitizen yang mengaku dikenakan densa ratusan juta ditambah denda gudang per hari oleh Bea dan Cukai Soekarno Hatta saat ingin mengambil bantuan alat belajar pembelajaran bagi siswa SLB

"BC Soetta sudah minta informasi dan data serta kronologi untuk dipelajari guna mengetahui pokok masalahnya di mana.  
BC Soetta juga sudah menghubungi pihak SLB untuk membantu menyelesaikan masalah ini," jelas Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto ketika dihubungi MNC Portal Indonesia, Sabtu (27/4/2024) malam. 

Nirwala juga menjelaskan bahwa barang bantuan itu saat ini masih berada di Bea Cukai Bandara Soetta. 

"Barang masih di Tempat Penimbunan Pabean Soetta," ungkapnya.

Ketika ditanya perihal respon dari pihak SLB, dirinya mengakui pihaknya mendapatkan respon yang positif. 

"Sangat baik dan kooperatif," imbuhnya. 

Seperti yang ramai diberitakan sebelumnya, viral di media sosial X (dulu Twitter) ada seorang warga dengan akun @ijalzaud yang mengeluhkan alat pembelajaran siswa tunanetra yaitu taptilo dari perusahaan Korea Selatan ditahan Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Saat pemilik akun ingin mengambil barang tersebut, yang bersangkutan malah ditagih senilai ratusan juta rupiah, ditambah denda gudang per hari.

Ia pun menceritakan bahwa barang bantuan itu dikirim dari OHFA Tech asal Korea Selatan pada tanggal 16 Desember 2022, dengan nama penerima SLB-A Pembina Tingkat Nasional, Jakarta. Barang tersebut tiba di Indonesia tanggal 18 Desember 2022 namun tertahan di Bea Cukai. Ia juga menyayangkan kejadian ini mengingat kegunaan alat bantu tersebut menjadi tidak termanfaatkan.

"SLB (Sekolah Luar Biasa) saya juga mendapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda gudang per hari. Dari tahun 2022 jadi nggak bisa keambil. Ngendep di sana buat apa nggak manfaat juga," curhatnya di X.

Dikatakannya, Bea Cukai juga membutuhkan dokumen tambahan untuk pemrosesan barang dan penetapan harga barang tersebut. Dokumen yang dibutuhkan itu diantaranya link pemesanan yang tertera harga, spesifikasi, dan deskripsi per item barang.

Lalu, invoice atau bukti pembayaran yang telah divalidasi bank, katalog harga barang, gambar dan spesifikasi masing-masing item, serta nilai freight. Selain itu diperlukan juga dokumen lainnya yang mendukung penetapan.

Menurutnya, pihak sekolah sudah mengirimkan dokumen yang dibutuhkan sesuai persyaratan. Namun barang tersebut merupakan prototipe yang masih dalam tahap pengembangan dan merupakan barang hibah sehingga tidak ada harganya.

"Setelah itu kami dapat email tentang penetapan nilai barang sebesar USD22.846.52 (kurs Rp 15.688) Rp 361.039.239 dan diminta mengirimkan kelengkapan dokumen," jelasnya.

Kemudian pihak sekolah tidak setuju dengan pembayaran pajak tersebut dikarenakan barang tersebut merupakan hibah alat pendidikan untuk digunakan siswa tuna netra. Namun dokumen lainnya tetap dikirim pihak sekolah.

Tak lama kemdian, pihak sekolah lalu mendapat email yang menyarankan barang tersebut di redress dengan mengisi sejumlah dokumen. Saran tersebut diiiyakan, namun tetap tidak disetujui.

"Setelah diproses cukup lama, kami dapat email kembali bahwa barang kiriman tersebut akan dipindahkan ke tempat penimbunan Pabean. Setelah itu barang sudah cukup sulit diproses kembali karena mengharuskan sekolah membayar pajak yang telah dihitung sebelumnya," tuturnya.

SLB-A Pembina Tingkat Nasional lalu menghubungi OHFA Tech untuk berkoordinasi, serta menghubungi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar mendapatkan bantuan. Namun belum ada titik terang mengenai kasus ini hingga sekarang.

"Kemudian kami tidak mengerti proses kelanjutan dari barang tersebut sampai dengan saat ini," tutupnya. (WHY)

SHARE