Dua Terdakwa KSP Indosurya Divonis Bebas, Para Korban Tuntut Keadilan
Hakim PN Jakbar menjatuhkan vonis bebas pada dua terdakwa kasus penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya yang merugikan korbannya hingga Rp106 triliun.
IDXChannel – Dua terdakwa dalam kasus penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Padahal keduanya diduga menggelapkan dana hingga Rp106 triliun.
Kedua terdakwa tersebut yaitu Henry Surya dan June Indira yang merupakan petinggi KSP Indosurya. Juni divonis bebas pada Selasa (17/1/2023) lalu.
Majelis hakim kala itu merujuk pada dakwaan pertama mengenai perbankan, bahwa barang siapa terbukti menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menghimpun dana dari masyarakat: kegiatan lembaga keuangan menghimpun dana dalam bentuk giro, tabungan, dan lain-lain.
Disimpulkan bahwa unsur yang dimaksud ditujukan pada kegiatan yang dilakukan oleh orang perseorangan bukan korporasi. "Yang harus bertanggung jawab adalah pengurus yang melakukan tindakan-tindakan di luar kewenangannya," tulis Majelis Hakim dalam putusannya, Selasa (17/1).
Sepekan usai vonis bebas June, Henry Surya ikut divonis bebas dalam sidang yang digelar pada hari ini, Selasa (24/1/2023). Vonis tersebut sontak disambut teriakan dan amarah oleh para korban.
Dalam pantauan MNC Portal Indonesia di lokasi, suara hakim yang membacakan vonis sempat tak terdengar oleh korban yang hadir di PN Jakbar. Para korban pun mempertanyakan hal tersebut pada sejumlah jaksa yang keluar dari ruang sidang.
Jaksa yang diberondong pertanyaan oleh korban maupun awak media pun kalang kabut dan menyebut Henry Surya divonis bebas sembari meninggalkan ruang sidang.
Mendengar hal tersebut, para korban sontak mengamuk dan meneriaki hakim. Mereka juga membentangkan poster berupa penolakan terhadap putusan tersebut.
"Buat apa sidang kalau tidak ada keadilan!" teriak salah seorang korban.
Sebelumnya, jaksa menuntut June Indira 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Henry Surya hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp200 miliar.
"Menuntut pidana penjara kepada terdakwa Henry Surya selama 20 tahun penjara dikurangi selama periode dalam tahanan," ujar Ketua JPU Syahnan Tanjung di PN Jakarta Barat, Rabu (4/1/2023).
Tak hanya itu, Henry yang sekaligus sebagai pendiri KSP Indosurya ini juga dituntut untuk mengeluarkan denda sebanyak Rp200 miliar. "Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Henry Surya sebesar Rp200 miliar subsider 1 tahun kurungan," ujar JPU.
Kejagung Ajukan Kasasi
Terkait dengan vonis bebas Henry Surya, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga saat ini belum mengambil tindakan. Namun, Kejagung berencana mengajukan permohonan kasai atas vonis bebas terdakwa June Indira dalam kasus penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya.
Sebab, putusan hakim dianggap mencederai rasa keadilan korban. "Jaksa penuntut umum akan segera melakukan upaya hukum kasasi," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana kepada wartawan, Sabtu (21/1/2023).
Lebih lanjut Ketut mengatakan bahwa putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang pada pokoknya membebaskan terdakwa June Indira dalam kasus penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya. Hakim juga dianggap tidak pernah secara eksplisit mengatakan adanya kejahatan yang memenuhi unsur-unsur Pasal 46 Ayat.
"Majelis Hakim tidak pernah menyimpulkan aliran uang ke perusahaan terdakwa Henry Surya adalah bentuk kejahatan tindak pidana pencucian uang, tetapi membenarkan adanya aliran uang tersebut," katanya.
Selain itu, hakim dianggap mengabaikan fakta bahwa pendirian KSP Indosurya yang cacat hukum. Padahal seharusnya pihak yang bertanggung jawab adalah terdakwa Henry Surya dan terdakwa June Indira.
Atas putusan bebas tersebut, hakim dianggap mencederai rasa keadilan korban. Seharusnya hakim menjatuhkan vonis kepada June sesuai dengan tuntutan jaksa yakni 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Menurutnya, putusan tersebut sangat mencederai rasa keadilan bagi korban sebanyak 23 ribu orang dengan kerugian mencapai Rp 106 triliun yang dikumpulkan secara ilegal, berdasarkan Laporan Hasil Analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (LHA PPATK).
(FRI)