Kasus DBD Meningkat, Pemprov DKI Jamin Fogging Gratis
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menegaskan ada proses pengasapan atau fogging untuk mencegah meningkatnya kasus demam berdarah dengue (DBD).
IDXChannel - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menegaskan ada proses pengasapan atau fogging untuk mencegah meningkatnya kasus demam berdarah dengue (DBD) di suatu wilayah gratis tanpa dipungut biaya atau iuran.
"Laporkan kepada kami atau ke puskesmas terdekat atau ke dinkes apabila ada warga yang ada kasus terus memang hasil PE nya positif dan dinyatakan harus di fogging positif oleh pemerintah setempat ditarik biaya karena pada satu kasus positif dengan PE ya, harus PE nya positif itu menjadi bebannya kami," ujar Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Widyastuti Senin (1/4/2024).
Ia meminta warga untuk segera lapor apabila dimintai iuran untuk pelaksanaan fogging oleh petugas. Widyastuti menegaskan apabila ada kasus positif DBD di suatu wilayah (RT/RW), maka warga setempat berhak untuk mendapatkan pelayanan fogging secara gratis.
"Iya tapi itu tadi ya untuk kasus positif dan PE nya positif. Kami juga berharap selain PE nya positif juga tetap warga selain di fogging juga tetap melakukan gerakan PSN, jadi jangan sampai penyidikan epidemologi," jelas Widyastuti.
Meski fogging gratis, Pemprov DKI Jakarta mengingatkan kepada warga untuk tetap disiplin melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk atau PSN.
"Jadi jangan sampe katakanlah sudah di fogging terus PSN nya enggak, karena kan fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, sementara potensi curah hujan, tampungan air apakah itu di tempat kaleng-kaleng bekas itu berpotensi 3-5 hari telurnya menetas disitu dan itu bisa jadi nyamuk dewasa. Percuma kalau fogging nyamuk dewasa mati tapi jentiknya gak diberantas nanti dia akan menjadi nyamuk," kata Widyastuti.
Widyastuti menjelaskan terkait adanya sejumlah warga yang mengeluhkan pelaksanaan vogging harus berbayar.
"Fogging adalah kegiatan pengasapan diberikan kepada kasus positif, jadi di situ positif dan memang ada tempat perindukan nyamuknya. Jadi begini contoh apabila seseorang kena DBD ada petugas dari Puskesmas yang akan turun investigasi namanya penyidikan epidemologi (PE) untuk memastikan digigitnya dimana," jelasnya.
Pasalnya kata Widyastuti kebiasaan nyamuk penyebab DBD menggigitnya di jam-jam dan lokasi tertentu. Seseorang dijelaskannya bisa digigit dimana bisa saja tidak selalu di rumah, bisa saja digigitnya di perkantoran, atau di pendidikan dan sebagainya.
"Nah apabila memang hasil penyidikan epidemiologi positif, artinya ada kasusnya, ada jentiknya disitu, kemudian memang ada yang sakit disitu baru dilakukan fogging. Selama itu hasil PE nya positif, fogging menjadi tanggung jawab pemerintah," terang Widyastuti.
Widyastuti juga menjelaskan saat ini fogging bukan pilihan untuk preventif, melainkan intervensi ketika ada kasus. Fogging pada dasarnya memberikan suatu ada zat kimia dan akan menjadi berbahaya kalaupun diberikan tidak sesuai dengan porsinya pada kesehatan anak-anak maupun resistensi nyamuk penyebab DBD.
"Tentu juga tentu kalau diberikan tidak sesuai dengan aturannya, dosisnya dan regulasinya khawatir akan menjadi iritasi pada manusia gitu ya. Yang kedua resisten, apabila juga kita memberikan tidak sesuai aturan kalau resisten khawatirnya nyamuknya malah tidak mati, malah jadi kebal. Nah ini kan malah nanti jadi bermasalah, nah jadi fogging memang dikendalikan oleh pemerintah untuk kasus positif bukan untuk pencegahan," pungkas Widyastuti.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati mengatakan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di DKI terbanyak di wilayah Jakarta Barat yakni sebanyak 526 kasus DBD terjadi pada anak-anak hingga dewasa.
Sementara itu kasus DBD di Jakarta meningkat pesat dalam satu bulan terakhir yakni 1.729 kasus DBD di Jakarta hingga 18 Maret 2024. Kasus DBD tersebut naik 1.102 orang, pasalnya sebelumnya pada 19 Februari 2024 hanya 627 kasus DBD.
(SLF)