Kemnaker Wajibkan Perusahaan Bentuk Satgas Tindakan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja
Kementerian Ketenagakerjan menerbitkan Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
IDXChannel - Kementerian Ketenagakerjan menerbitkan Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja. Lewat regulasi baru tersebut, maka perusahaan wajib membentuk satgas (satuan tugas) yang bertugas melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan, satgas tersebut nanti akan terdiri dari dari perwakilan Pengusaha dan perwakilan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Perusahaan. Anggota Satgas berjumlah gasal, paling sedikit 3 (tiga) orang. Terdiri dari Ketua merangkap Anggota, sekretaris merangkap anggota, dan Anggota.
Menurutnya penerbitan Kepmen tersebut dilandasi karena terdapat beberapa kasus pelecehan seksual di tempat kerja. Seperti yang belakangan terjadi kasus staycation buruh pabrik di Cikarang, yang menjadi syarat dari perpanjangan kontrak karyawan.
"Itu diantara (marak pelecehan seksual di tempat kerja), kita antisipasi, karena kita sebelumnya sudah punya SE terkait pencegahan seksual, maka Kepmen ini akan memperkuat upaya pencegahan pelecahan seksual di tempat kerja," ujar Ida Fauziyah di kantor APINDO, Kamis (1/6/2023).
Lebih lanjut, Ida Fauziyah menjelaskan ada beberapa tugas dan fungsi dari keberadaan satgas pelecehan seksual di perusahaan. Tugas yang dilakukan meliputi penyusunan dan melaksanakan program dan kegiatan yang mengacu pada kebijakan perusahaan terkait upaya pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja.
Selain itu menerima pengaduan kekerasan seksual di tempat kerja dari korban dan/atau pihak yang mengadukan, mencatat pengaduan kekerasan seksual di tempat kerja secara tertib dan rapi, mengumpulkan informasi terkait indikasi terjadinya kekerasan seksual di tempat kerja, memberikan pertimbangan kepada korban dan perusahaan mengenai penyelesaian lebih lanjut dari pengaduan kekerasan seksual ditempat kerja dan wajib memberikan pendamping kepada korban.
"Satuan tugas berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perusahaan," sambung Ida Fauziyah.
Lewat Kepmen tersebut, maka perusahaan diperbolehkan untuk mengambil tindakan PHK sebagai sanksi terberat yang dijatuhkan kepada karyawan yang menjadi pelaku pelecehan maupun kekerasan seksual. Setidaknya ada 9 bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS, yaitu pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selanjutnya, lewat Kepmen itu juga diatur tindakan pemulihan bagi korban kekerasan maupun pelecahan seksual di tempat kerja. Apabila disuatu perushaan ada yang menjadi korban kekerasan seksual, maka perusahaan harus mengembalikan hak atas cuti sakit atau cuti tahunan yang diambil karena proses yang harus dilalui dalam penanganan kekerasan seksual.
Selain itu mempertimbangkan pemberian cuti sakit tambahan dalam hal korban memerlukan konseling karena trauma, menghapus penilaian negatif dalam catatan di bagian kepegawaian perusahaan karena terjadinya kekerasan seksual, mempekerjakan kembali Korban bila yang bersangkutan diberhentikan dengan cara yang tidak benar, dan memberikan ganti rugi seperti biaya pengobatan kepada korban kekerasan seksual.
"Dengan kehadiran para konfederasi pekerja, dan pengusaha dalam menerbitkan Kepmen ini, saya yakin Kepmen ini tidak di JR (Judicial Review) di Mahkamah Agung (MA), kalau benar, kebangetan banget," pungkasnya. (WHY)