Kerugian Negara Korupsi Kredit Sritex Capai Rp1,08 Triliun
Dugaan korupsi pada pemberian kredit PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex telah merugikan negara sebesar Rp1,08 triliun
IDXChannel - Kasus dugaan korupsi pada pemberian kredit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) telah merugikan negara sebesar Rp1,08 triliun. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menjadikan delapan orang sebagai tersangka baru.
“Kerugian keuangan negara dari pemberian kredit ini lebih sebesar Rp1.088.650.808.028,- yang saat ini tentunya masih dalam proses penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Nurcahyo Jungkung Madyo di Loby Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin malam (21/7/2025).
Dia menambahkan, penetapan tersangka ini setelah dilakukan pemeriksaan sebanyak 175 saksi dan ahli, serta surat yaitu dokumen terkait yang telah dilakukan penyitaan oleh tim penyidik.
Nurcahyo mengatakan angka ini didapatkan dari total kredit yang diberikan bank-bank daerah kepada Sritex. Sejauh ini, beberapa petinggi dari tiga bank daerah sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiga bank ini diketahui memberikan kredit kepada Sritex meski telah mengetahui kondisi keuangan Sritex tidak dalam keadaan baik.
Sritex mendapatkan kredit dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) sebesar Rp395.663.215.800,. Lalu, dari Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (Bank BJB) Sebesar Rp543.980.507.170,. Adapun, dari Bank DKI Jakarta memberikan kredit sebesar Rp149.007.085.018,57.
Untuk diketahui, total pinjaman sebesar Rp3,58 triliun ini didapatkan Sritex dari tiga bank pemerintah daerah dan satu himpunan bank pemerintah.
Saat ini, pihak sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI masih diselidiki oleh Kejaksaan. Sindikasi bank ini memberikan kredit seluruhnya adalah Rp2,5 triliun.
Penyidik menyampaikan, kredit yang diberikan ini justru disalahgunakan oleh pihak Sritex. Yang seharusnya dijadikan modal usaha justru digunakan untuk membayar utang ke pihak ketiga dan untuk pembelian aset non produktif.
Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar pasal 2 ayat 1 Atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(Nur Ichsan Yuniarto)