News

Korban Perang Berjatuhan, RS Terbesar di Gaza Kewalahan Rawat Pasien

Devi Ari Rahmadhani 20/01/2024 06:32 WIB

Rumah Sakit Nasser yang merupakan pusat perawatan terbesar di Gaza saat ini sedang mengalami bencana.

Korban Perang Berjatuhan, RS Terbesar di Gaza Kewalahan Rawat Pasien. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Rumah Sakit Nasser yang merupakan pusat perawatan terbesar di Gaza saat ini sedang mengalami bencana. Nasser harus beroperasi jauh melampaui kapasitas di tengah perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung. 

Mengutip dari ABC News, Jumat (19/1/2024), Nasser yang terletak di Khan Younis, selatan Gaza, saat ini beroperasi dengan kapasitas 300 persen. 

Seorang ahli bedah Médecins sans Frontières (MSF) mengatakan, pasukan Israel mengebom area yang dekat dengan rumah sakit pada hari Selasa tanpa perintah evakuasi sebelumnya. Hal ini membahayakan keselamatan pekerja medis dan pasien dan menyebabkan orang melarikan diri. 

Pasukan Pertahanan Israel menyampaikan bahwa mereka berhasil membunuh sedikitnya 40 orang yang dianggap teroris di Khan Younis di sebuah tempat tinggal di mana senjata dan peralatan militer disimpan.

“Situasinya sangat dahsyat. Ada terlalu banyak pasien untuk ditangani oleh staf,” Leo Cans, kepala misi MSF untuk Palestina, mengatakan dalam sebuah pernyataan. 

“Pertempuran sangat dekat dengan kami. Kami mendengar banyak pemboman di sekitar, banyak penembakan di sekitar,” tambahnya.

Sementara itu, Rumah Sakit Al-Shifa yang terletak di utara Gaza pun sekarang telah memprihatinkan kondisinya. Rumah sakit ini hanya merawat korban trauma darurat dan juga berjuang untuk menangani masuknya pasien, serta ribuan orang terlantar.

"Departemen gawat darurat melihat ratusan pasien sehari, sebagian besar trauma, dengan hanya segelintir, secara harfiah lima atau enam dokter atau perawat, untuk merawat semua orang itu," kata Sean Casey, petugas darurat kesehatan WHO.

Casey yang kembali dari kunjungan lima minggu di Gaza menggambarkan ada puluhan ribu orang yang tinggal di ruang operasi, koridor, dan tangga Rumah Sakit Al-Shifa.

Dirinya menggambarkan Gaza sedang terjadi ‘bencana kemanusiaan’. Dari 36 rumah sakit yang semula berfungsi sebelum  perang dimulai 7 Oktober 2023, kini hanya sisa 16 yang terus beroperasi.

“Kami melihatnya setiap hari di Gaza, semakin buruk, dan runtuhnya sistem kesehatan dari hari ke hari, dengan rumah sakit ditutup, petugas kesehatan melarikan diri, korban terus mengalir," kata Casey. 

"Dan kurangnya akses ke obat-obatan dan pasokan medis, kurangnya akses ke bahan bakar untuk menjalankan generator rumah sakit untuk menjaga lampu tetap menyala, untuk menjaga mesin tetap berjalan,” lanjutnya.

Tidak hanya itu, Wakil Direktur Eksekutif UNICEF Ted Chaiban mengatakan sanitasi yang buruk telah menyebabkan kasus diare di antara anak-anak kecil meningkat 4.000% sejak perang dimulai, dengan 71.000 kasus tercatat di antara anak-anak di bawah usia 5 tahun. Kelangkaan air dan makanan ini pun membuat anak menderita kekurangan gizi.

“Sejak kunjungan terakhir saya, situasinya telah berubah dari bencana hingga hampir runtuh. UNICEF telah menggambarkan Jalur Gaza sebagai tempat paling berbahaya di dunia untuk menjadi seorang anak. Kami telah mengatakan ini adalah perang terhadap anak-anak. Tetapi kebenaran ini sepertinya tidak bisa dilepaskan,” kata Chaiban.

"Dari hampir 25.000 orang yang dilaporkan telah terbunuh di Jalur Gaza sejak eskalasi permusuhan, hingga 70% dilaporkan sebagai wanita dan anak-anak. Pembunuhan anak-anak harus segera dihentikan,” pungkasnya. 

Walaupun demikian, Kementerian Luar Negeri Qatar menyampaikan dua pesawat angkatan bersenjata Qatar yang membawa 61 ton bantuan mendarat di el-Arish, Mesir, pada hari Rabu lalu dan akan dipindahkan ke Gaza. 

(SLF)

SHARE