News

KPK Telusuri Aliran Uang Suap Pengurusan HGU di Kanwil BPN Riau

Arie Dwi Satrio 08/02/2023 09:44 WIB

KPK sedang menelusuri aliran uang dugaan suap terkait pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Riau.

KPK Telusuri Aliran Uang Suap Pengurusan HGU di Kanwil BPN Riau. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menelusuri aliran uang dugaan suap terkait pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau. Uang dugaan suap pengurusan HGU tersebut diduga telah digunakan oleh tersangka M Syahrir (MS).

Penggunaan uang dugaan suap terkait pengurusan HGU tersebut ditelusuri lewat tiga saksi. Mereka yakni, dua wiraswasta, Nicky Adliperkasa dan Andrising Husin, serta Issanova Winny Damora selaku karyawan BUMN. Mereka diduga mengetahui soal uang suap yang digunakan M Syahrir.

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan penggunaan uang yang diterima tersangka MS dari pengurusan HGU," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Jakarta, Rabu (8/2/2023).

Sementara itu, kata Ali, terdapat satu saksi yang tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Saksi tersebut yakni, Ibu Rumah Tangga, Ratna Dewi Setiasari.

"Saksi tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan ulang," sambungnya.

Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (PT AA) di Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau.

Ketiga tersangka tersebut yakni, mantan Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau, M Syahrir (MS); Pemegang Saham PT Adimulia Agrolestari, Frank Wijaya (FW); serta General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso (SDR). Syahrir ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Frank dan Sudarso, tersangka pemberi suap.

Dalam perkara ini, M Syahrir diduga pernah meminta uang sebesar Rp3,5 miliar ke petinggi PT Adimulia Agrolestari, Sudarso. Uang sebesar Rp3,5 miliar tersebut diduga sebagai 'pelicin' untuk memuluskan pengurusan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari yang bakal berakhir masa berlakunya pada 2024.

Atas permintaan tersebut, Sudarso kemudian menyerahkan uang senilai 120 ribu dolar Singapura ke M Syahrir. Uang tersebut diserahkan di rumah dinas M Syahrir. Syahrir meminta agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi saat penyerahan uang.

Setelah menerima uang tersebut, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Dalam ekspose tersebut, Syahrir menyatakan, usulan perpanjangan PT Adimulia Agrolestari bisa ditindaklanjuti.

Namun, usulan tersebut harus disertai dengan surat rekomendasi dari Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra. Adapun isi surat rekomendasi tersebut harus menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar.

Atas rekomendasi Syahrir tersebut, Frank Wijaya kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan Sudarso untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra. Frank meminta supaya kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan.

Diduga, telah terjadi kesepakatan jahat antara Andi Putra dengan Sudarso. Kesepakatan jahat tersebut diduga juga atas sepengetahuan Frank Wijaya.

Atas perbuatannya, Frank Wijaya dan Sudarso disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Syahrir, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Penetapan terhadap ketiga tersangka tersebut merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat mantan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), Andi Putra. Diketahui, Sudarso merupakan penyuap terhadap Andi Putra. Ia telah divonis bersalah dalam kasus tersebut.

(YNA)

SHARE