News

Meski Tarif Naik, Pendapatan Pengemudi Ojol Tergerus Potongan Aplikator

Febrina Ratna 24/10/2022 20:54 WIB

Pemerintah telah menaikkan tarif ojek online (ojol) pada 11 September 2022 lalu. Namun, kebijakan tersebut belum dirasakan manfaatnya oleh para pengemudi ojol.

Meski Tarif Naik, Pendapatan Pengemudi Ojol Tergerus Potongan Aplikator. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Pemerintah telah menaikkan tarif ojek online (ojol) pada 11 September 2022 lalu. Namun, kebijakan tersebut belum dirasakan manfaatnya oleh para pengemudi ojol.

Lily Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), mengatakan Keputusan Menteri Perhubungan No. 667/2022 yang berlaku sejak 11 September 2022 masih dilanggar oleh aplikator hingga hari ini. Potongan aplikator yang ditetapkan maksimal 15% tetap tinggi,  yaitu 20% hingga hampir 40%.

Dia pun menyebut hal itu menunjukkan aplikator memperoleh profit ilegal dengan cara memeras keringat pengemudi ojol. Di sisi lain, aplikator atau perusahaan angkutan online tidak tunduk pada hukum yang berlaku di dalam wilayah Indonesia.

“Lebih jauh lagi aplikator telah melanggar konstitusi, UUD 1945, yang mengamanatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” kata Lily kepada MNC Portal Indonesia,  Senin (24/10/2022).

Lebih lanjut, dia menilai Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seolah tutup mata atas pelanggaran yang dilakukan aplikator. Sejauh ini, tidak ada pengawasan dari pemerintah, apalagi sanksi yang seharusnya dijatuhkan kepada aplikator atas pelanggaran tersebut.

Lebih lanjut, dia menyebut Keputusan Menteri Perhubungan juga hanya mengatur tarif dan potongan aplikator bagi layanan antar penumpang, tidak untuk barang dan makanan. Tarif layanan antar barang dan makanan diserahkan kepada harga pasar dan ditentukan sepihak oleh aplikator.

Tarif tersebut sejatinya diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 1/2012. Namun, Lily menilai Menteri Kominfo seolah tidak peduli dengan tarif yang hanya menguntungkan aplikator.

“Dampaknya sangat nyata terjadi dalam tarif  pengiriman barang yang merugikan pengemudi ojol,” ujarnya.

Loily mengatakan aplikator menetapkan tarif  Rp11.100 untuk mengantar satu barang. Namun dalam kenyataannya, aplikator hanya membayar Rp44.000 kepada pengemudi ojol untuk mengantar sebanyak 20 barang. Artinya 1 barang hanya dihargai Rp 2.200.

Dia pun menyebut seharusnya pengemudi ojol memperoleh pendapatan Rp 222.000. Dengan kondisi tersebut, pengemudi ojol pendapatannya hilang sebesar Rp 178.000, sebaliknya aplikator memperoleh profit ilegal sebesar nilai tersebut.

“Bila estimasi jumlah pengemudi ojol ada 2 juta orang, bisa dikalikan profit ilegal yang didapat aplikator,” kata dia.

Lebih parah lagi, aplikator memberikan status mitra kepada pengemudi angkutan online, motor maupun mobil, yang telah melanggar UU Ketenagakerjaan. Dengan kondisi tersebut, SPAI mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk  memerintahkan para menterinya agar memberikan sanksi aplikator.

Dia juga meminta Presiden Jokowi untuk menetapkan pengemudi angkutan online, ojol dan taksi online, sebagai Pekerja Tetap (bukan Mitra) sesuai UU Ketenagakerjaan. Itu karena selama ini aplikator tidak memenuhi hak-hak pekerja seperti hak upah dan kerja yang layak, hak perempuan: cuti haid, melahirkan serta hak berserikat untuk mengaspirasikan suara pekerja angkutan online.

(FRI)

SHARE