Nusron Wahid Akui Oknum BPN yang Sebabkan Konflik Pertanahan Milik JK di Makassar
Nusron Wahid mengakui oknum di BPN jadi biang keladi dari munculnya konflik pertanahan milik Wakil Presiden Jusuf Kalla.
IDXChannel - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/Kepala BPN) Nusron Wahid mengakui oknum di BPN jadi biang keladi dari munculnya konflik pertanahan milik Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla melalui PT Hadji Kalla sebenarnya telah mengantongi bukti kepemilikan lahan seluas 16,4 hektare sejak 1996. Sementara di atas bidang tanah yang sama, PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) juga mengantongi bukti kepemilikan tanah yang diterbitkan BPN sejak 2002.
"Kasus tanah Pak JK ini, kalau ditanya siapa yang salah, yang salah orang BPN pada masa itu. Kenapa satu objek (tanah) bisa terbit dua subyek (bukti kepemilikan lahan)," ujarnya saat ditemui di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Kamis (13/11/2025).
Berdasarkan catatan Kementerian ATR/BPN, lanjutnya, di lokasi Nomor Induk Bidang (NIB) memang ada tanah milik PT Hadji Kalla. Sementara, di Pengadilan Negeri tidak tercantum tanah milik PT Hadji Kalla, melainkan diklaim milik perorangan yang atas nama Manyong Balang.
Perorangan inilah yang tengah berkonflik di pengadilan dengan PT GMTD sehingga menjadi dasar pelaksanaan eksekusi.
"Kalau jawaban ini (PN Makassar) mengatakan kalau ini tidak termasuk tanah HGB punya NIB Hadji Kalla, tidak dieksekusi dan tidak dikonstataring. Tetapi yang di sana (GMTD) melakukan eksekusi, di lokasi yang sama, di NIB yang sama," lanjutnya.
Nusron mengatakan mafia tanah merupakan suatu tindak kejahatan yang diakuinya sulit untuk diberantas. Sehingga yang perlu diperkuat yaitu integritas pada pegawai negeri agar tidak mudah tergoda dari tawaran atau janji-janji yang diberikan oleh mafia tanah.
"Mafia tanah itu sampai kiamat kurang dua hari pun masih akan ada. Namanya mafia tanah itu tindak kejahatan, orang bertindak jahat itu pasti ada. Caranya adalah orang BPN harus kuat, tidak tergoda, tegas dalam menegakkan aturan," katanya.
Nusron menyoroti pentingnya pemutakhiran sertifikat tanah lama, terutama yang terbit antara 1961 hingga 1997. Hal ini dilakukan untuk mencegah tumpang tindih kepemilikan akibat perbedaan sistem pencatatan lama dan baru.
(Febrina Ratna Iskana)