Bagaimana Hukum Pinjol Berdasarkan Kajian Fiqih? Ini Kata MUI
Menurut MUI, dalam kajian fikih muamalah kontemporer pinjam uang dengan cara online hukumnya boleh.
IDXChannel - Indonesia kini memasuki Revolusi Industri 4.0 yang berarti eranya teknologi digital sebagai sebuah peradaban. Tidak bisa dipungkiri, teknologi digital kini telah merevolusi seluruh sendi kehidupan, dan melahirkan peradaban baru. Beragam jasa transportasi, belanja, hingga keuangan dan perbankan pun berlomba-lomba menyediakan layanan versi digital.
Misalnya saja Pinjaman Online (Pinjol). Beragam perusahaan aplikasi pinjol kini berkembang pesat dan menarik perhatian masyarakat membutuhkan dana cepat dan mudah. Tanpa jaminan, dan hanya bermodalkan foto dengan KTP membuat banyak orang terlibat tergiur hingga terjerat ke dalamnya.
Lalu bagaimana Hukum Pinjol Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)?
Dilansir dari website resmi mui.or.id, dalam kajian fikih muamalah kontemporer pinjam uang dengan cara online hukumnya boleh. Meski demikian, orang atau lembaga yang mempraktikan pinjaman online hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, tidak menggunakan praktik ribawi (riba: rentenir). Riba dalam berpiutang adalah sebuah penambahan nilai atau bunga melebihi jumlah pinjaman saat dikembalikan dengan nilai tertentu yang diambil dari jumlah pokok pinjaman untuk dibayarkan oleh peminjam. Larangan (keharaman) praktik riba disebut secara eksplisit (shorih) dalam Al-Quran,
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah [2]: 275).
Kedua, jangan menunda membayar hutang. Hukum menunda untuk membayar hutang jika sudah mampu hukum haram.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.” (HR. Nasa’i)
Dalam hadis riwayat Imam Bukhori disebutkan,
“Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman….” (HR. Bukhori).
Ketiga, memaafkan orang yang tidak mampu bayar hutang termasuk perbuatan mulia.
Hakikatnya hutang harus di bayar. Bahkan jika yang berhutangpun sudah meninggal, maka ahli warisnya punya kewajiban untuk melunasinya. Namun, bagi orang yang meminjamkan, jika yang orang yang pinjam uang betul-betul tidak bisa melunasi hutangnya, maka memaafkan adalah suatu perbuatan yang mulia dalam ajaran Islam.
Tanggapan MUI Tentang Pinjol
Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al Aiyub, menyampaikan bahwa Pinjol menyimpan risiko yang besar di kedua pihak, baik pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman. Tanpa menyelidiki profil calon nasabah dan tanpa ada jaminan, perusahaan penyedia Pinjol berisiko mengalami kredit macet yang besar.
Peminjam juga berisiko karena kerap menyetujui tanpa membaca “syarat dan ketentuan” yang banyak dan hurufnya kecil. Padahal di dalamnya tertuang ketentuan seperti bunga maupun konsekuensi bila pinjaman tidak dilunasi sesuai waktu yang disepakati.
Baru-baru ini ramai di sosial media sosial tentang pengguna Pinjol yang bunuh diri diduga karena dikejar Debt Collector Pinjaman Online. Sebelumnya juga ramai tentang data nasabah yang disebarkan ke seluruh kontak di hpnya bahwa yang bersangkutan belum melunasi hutang
"Oleh karena itu, penting dilakukan literasi kepada masyarakat agar memahami lebih teliti perusahaan fintech untuk memenuhi kebutuhannya. Penting memberikan literasi kepada masyarakat agar harus mempelajari syarat dan ketentuan sebelum menyetujui pinjaman," seperti dikutipdalam laman website MUI itu.
Sholahudin mendorong pemerintah untuk menutup celah Pinjaman Online Ilegal yang semakin menjamur karena meningkatkan kebutuhan dana di masyarakat di tengah Covid 19. Menurut dia, Bank Wakaf Mikro dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam melakukan pinjaman dana, di tengah masalah pinjaman online ilegal yang belakangan ini sangat meresahkan.
“Penting untuk mendorong pemerintah menyediakan lembaga keuangan yang bisa menjangkau masyarakat lapisan paling bawah. Mereka umumnya tidak punya akses ke lembaga keuangan karena tidak bankable (memiliki aset sebagai syarat peminjam). Bank Wakaf Mikro yang sejatinya didesain untuk memenuhi kebutuhan (dana) mereka, masih sangat sedikit (Bank Wakaf Mikro), sehingga perlu diperbanyak lagi,” ujarnya. (TIA)