Jangan Ragu, Ini Fatwa Trading Saham Syariah
Meski bisa mendatangkan keuntungan besar, investasi saham tetap harus halal bagi pihak yang beramal untuk mengikuti keuntungan yang diperoleh.
IDXChannel - Baru-baru ini, beberapa orang yang sukses berdagang saham membagikan pengalamannya di jejaring sosial, mulai dari Instagram, TikTok hingga YouTube.
Keuntungan dari perdagangan saham atau trading saham yang mereka raih membuat banyak orang tergiur terutama generasi muda. Wajar jika jumlah investor saham meningkat pesat menjadi 10 juta pada 2022.
Lantas bagaimana hukum trading saham dalam Islam?
Tentu hal ini sangat penting untuk diketahui, mengingat melakukan kegiatan yang haram tidak diperbolehkan apapun alasan atau tujuannya. Meski bisa mendatangkan keuntungan besar, investasi saham tetap harus halal bagi pihak yang beramal untuk mengikuti keuntungan yang diperoleh.
Adapun jenis saham yang diperbolehkan adalah saham syariah. Dilansir dari ekonomisyariah.org, Minggu (25/12/2022), Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah menerbitkan fatwa Nomor 135 tahun 2020 tentang Saham. Fatwa ini menjadi landasan bagi masyarakat yang ingin memulai investasi atau trading saham syariah.
Dalam fatwa DSN-MUI No. 135 Tahun 2020 tentang saham ini memuat beberapa hal penting antara lain:
- Membahas lebih lanjut mengenai ketentuan dan batasan tentang Saham Perusahaan dari Aspek Syariah.
- Mengatur kriteria, penerbitan, dan pengalihan Saham Syariah secara komprehensif dan detail.
- Melengkapi fatwa DSN-MUI No.40 tahun 2003 dan fatwa DSN-MUI No.80 tahun 2011.
- Terdapat 7 pasal dalam fatwa tersebut. Pasal 1 berisi 31 poin, pasal 2 1 poin pasal 3 12 poin, pasal 4 berisi 9 poin, pasal 5 7 poin, pasal 6 satu poin dan pasal terakhir penutup.
Saham syariah juga harus memenuhi kriteria sebagai emiten syariah. Dalam konteks pasar modal syariah Indonesia, emiten atau perusahaan syariah ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu (1) emiten aktif; dan (2) emiten pasif.
Dikutip dari ekonomisyariah.org, Emiten syariah aktif diatur melalui POJK Nomor 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah. Dalam peraturan tersebut, emiten syariah aktif didefinisikan sebagai Emiten yang anggaran dasarnya menyatakan kegiatan dan jenis usaha serta cara pengelolaan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah di Pasar Modal.
Sementara itu, emiten syariah pasif diseleksi berdasarkan kriteria POJK Nomor 35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Kriteria emiten syariah dimaksud antara lain;
- Tidak melakukan kegiatan dan jenis usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal
- Tidak melakukan transaksi yang bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal
- Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% (empat puluh lima persen)
- Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).
(DES)