MUI: Acara Keagamaan Bukan Pemicu Klaster Covid
Ketua Bidang Fatwa MUI KH Dr Asrorun Niam Sholeh mengatakan aktivitas keagamaan tidak menjadi pemicu klaster covid-19.
IDXChannel - Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Dr Asrorun Niam Sholeh mengatakan aktivitas keagamaan tidak menjadi pemicu klaster covid-19. Justru pada ritual keagamaannya umumnya pelaksanaan ritual keagamaan menyeimbangkan antara tanggung jawab praktek keagamaan dengan tanggung jawab menjaga keselamatan jiwa.
"Bukan hari raya sebenarnya yang menjadi faktor klaster Covid. Melainkan sesi berliburnya rekreasi kemudian keluar ke ruang-ruang publik. Kalau aktivitas keagamaan misalnya salat Jumat, Idul Adha, Idul Fitri atau ke gereja itu rata-rata mereka memahami protokol kesehatan (Prokes) bahkan yang tidak terkontrol itu mereka rekreasi,"jelas Ni'am dalam webinar yang disiarkan melalui akun YouTube FMB9ID_IKP, Rabu,(27/10/2021).
Ia menceritakan beberapa tempat yang dibuka beberapa waktu bahkan memberikan insentif hanya karena persoalan ekonomi untuk menarik wisatawan. Namun ternyata daya tampungnya melebihi dari apa yang diizinkan akhirnya terjadi antrian menumpuk.
"Hal ini yang saya kira menjadi pokok permasalahan yang perlu kita antisipasi. Kalau dalam perspektif Islam ketika ada orang melaksanakan salat tetapi menyebabkan orang lain terpapar atau menyebabkan orang lain khawatir itu saja sudah tidak diperkenankan. Di situlah panggilan keagamaan. Artinya prokes di dalam menjalankan aktivitas ibadah itu bukan hanya sekedar tanggung jawab kita sebagai warga negara atau ada aturan dari pemerintah tetapi itu adalah panggilan keagamaan atas dasar kesadaran dan ketaatan,"paparnya.
Sebagai pengurus masjid, ia menilai covid-19 pada saat ini cukup terkendali dan menurutnya jarang sekali ada masjid yang abai terhadap Prokes. Aktivitas keagamaan pun erat kaitannya dengan adaptasi new normal.
"Tetapi ada normalitas baru perlu diperhatikan. Seperti menjaga ketat kebersihan, ini kan normalitas baru yang sangat baik yang jangan sampai kemudian nanti pada saat pandemi Covid-19 berlalu komitmen menjaga kebersihan hilang, jadi jorok, atau tidak mencuci tangan. Tradisi baru dalam sebuah kebiasaan baik itu kita klasifikasi dalam konteks keagamaan yang harus menjadi kebiasaan di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa termasuk juga beragama,"jelasnya.
(IND)