SYARIAH

Potensi hingga Rp500 Triliun, Ini Cara Kemenag Perkuat Pengelolaan Dana Umat

Kunthi Fahmar Sandy 18/07/2025 07:45 WIB

Potensi dana umat di Indonesia bisa mencapai Rp500 triliun per tahun.

Potensi hingga Rp500 Triliun, Ini Cara Kemenag Perkuat Pengelolaan Dana Umat (FOTO:Dok Laman Kemenag)

IDXChannel — Potensi dana umat di Indonesia bisa mencapai Rp500 triliun per tahun. Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut wakaf sebagai sumber utama yang jika dikelola dengan baik mampu menjawab persoalan sosial seperti kemiskinan ekstrem.

“Peluang dana umat ini pertama dari wakaf, kemudian infaq, zakat, sedekah jaariyah, dan luqathah (barang temuan),” ujar Menag saat menerima kunjungan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah di Kantor Kementerian Agama, seperti dikutip dari laman Kemenag Jumat (18/7/2025).

Kunjungan Gubernur Sumatera Barat ini dalam rangka mengundang Menteri Agama untuk hadir dan membuka Seminar Wakaf Internasional yang akan digelar di Bumi Minangkabau.

Menag menilai, dana umat sangat berpotensi menjadi sumber pembiayaan sosial keagamaan yang berkelanjutan. Apalagi, terdapat sejumlah dana mengendap di perbankan yang tidak lagi diurus karena pemiliknya telah meninggal dunia dan ahli warisnya tidak diketahui.

“Kalau dikumpulkan, potensinya bisa 500 triliun per tahun. Katakanlah Rp20 triliun saja, itu sudah bisa membantu menyelesaikan masalah umat. Orang miskin mutlak di Indonesia ada dua juta, dan dana ini sudah bisa membebaskan kemiskinan mutlak itu,” kata dia.

Adapun penguatan kelembagaan dalam pengelolaan dana umat tengah disiapkan Kementerian Agama. Pertama, saat ini sedang dibentuk Lembaga Pengelola Dana Umat (LPDU) yang akan berfungsi mirip seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam ranah dana sosial keagamaan.

“(Kedua) Dalam dua tahun ini, Insya Allah sudah selesai dibangun gedung 48 lantai yang menggabungkan Badan Wakaf Indonesia, Badan Amil Zakat Nasional, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, Majelis Ulama Indonesia, dan dana-dana umat lainnya,” kata dia.

Ketiga, menyiapkan sistem praktis. Menurut Menag, masih rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam berwakaf bukan karena kurangnya kesadaran, melainkan karena belum tersedianya sistem yang praktis dan bebas hambatan birokrasi.

“Kalau bisa korporasi, pemerintah, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara itu menggalakkan dan memudahkan dalam pembayaran wakaf, sehingga orang menyumbang tanpa membuang waktu dan berhadapan dengan birokrasi,” katanya. 

(kunthi fahmar sandy)

SHARE