SYARIAH

Selain Manusia Silver, MUI Haramkan Pembakaran Hutan dan Lahan

Widya Michella 06/01/2023 07:29 WIB

Bukan hanya manusia silver yang diharamkan MUI, ternyata MUI juga mengharamkan pembakaran hutan dan lahan.

Selain Manusia Silver, MUI Haramkan Pembakaran Hutan dan Lahan. (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak hanya mengeluarkan fatwa persoalan halal-haram terhadap bahan pangan saja, tetapi juga menangani isu kerusakan lingkungan. Salah satunya mengharamkan pembakaran hutan dan lahan.  

Kerusakan demi kerusakan alam yang diperbuat manusia tidak lain berasal dari keserakahan dan ketamakannya. Padahal, Alquran menegaskan:

…. ۗ كُلُوْا وَاشْرَبُوْا مِنْ رِّزْقِ اللّٰهِ وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ

“….. Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah dan janganlah melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS Al-Baqarah [2]:60).

Kalimat “wa laa ta’tsau” di atas dimaknai al-Alusi dalam karya tafsirnya Ruh al-Ma’any sebagai larangan Allah SWT untuk berbuat kejahatan yang benar-benar di luar kendali yang menyebabkan kerusakan tiada tara. Kiranya larangan ini mulai tidak dihiraukan manusia.

Untuk itu, MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 30 Tahun 2016 tentang hukum pembakaran hutan dan lahan serta pengendaliannya. Fatwa yang ditetapkan pada 27 Juli 2016 tersebut terdapat 6 ketentuan hukum: 

"Melakukan pembakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian orang lain, gangguan kesehatan, dan dampak buruk lainnya, hukumnya haram," bunyi fatwa dikutip dalam laman resmi MUI Digital, Jumat (6/1/2023). 

Kedua, memfasilitasi, membiarkan, dan/atau mengambil keuntungan dari pembakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada angka 1, hukumya haram. 

Ketiga, melakukan pembakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan kejahatan dan pelakunya dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kerusakan dan dampak yang ditimbulkannya. 

Keempat, pengendalian kebakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum hukumnya wajib. 

Kelima, pemanfaatan hutan dan lahan pada prinsipnya boleh dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Memperoleh hak yang sah untuk pemanfaatan
b. Mendapatkan izin pemanfaatan dari pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan berlaku
c. Ditujukan untuk kemaslahatan
d. Tidak menimbulkan kerusakan dan dampak buruk, termasuk pencemaran lingkungan.

Keenam, pemanfaatan hutan dan lahan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud pada angka 5, hukumnya haram. 

Untuk itu, MUI meminta kepada pemerintah untuk melakukan penegakan hukum yang tegas dan adil terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan. Serta pencemaran lingkungan, kerugian orang lain, gangguan kesehatan masyarakat, dan dampak buruk lainnya, baik oleh individu ataupun badan usaha. 

Kemudian untuk pelaku usaha, MUI meminta agar dapat menaati seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan pemanfaatan hutan dan lahan. Serta melakukan pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan dan lahan, agar lebih sejahtera. 

"Menjamin terwujudnya kelestarian lingkungan, menyediakan sumberdaya manusia dan sarana prasarana untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan, mengupayakan teknologi penyiapan pembukaan lahan yang ramah lingkungan," tulis Fatwa 30/2016. 

(FAY)

SHARE