Technology

Aplikasi Ini Jadi Sarang Kejahatan Online, Ada WhatsApp hingga Facebook

Tika Vidya/Litbang MPI 19/07/2022 17:40 WIB

Perkembangan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang memberikan kemudahan bagi manusia sekaligus menjadi sarang pelaku kejahatan siber.

Aplikasi Ini Jadi Sarang Kejahatan Online, Ada WhatsApp hingga Facebook (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Perkembangan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang memberikan kemudahan bagi manusia sekaligus menjadi sarang pelaku kejahatan siber.

Terdapat aplikasi-aplikasi yang menjadi favorit dalam melancarkan aksi kejahatan digital ini. Berikut daftarnya:

WhatsApp

WhatsApp menjadi salah satu aplikasi yang dapat menjadi target sasaran pelaku kejahatan cyber. Pelaku akan menggunakan trik untuk merebut akun WhatsApp pengguna. Motif penipuannya bermacam-macam. 

Pertama, modus minta tolong. Ini menjadi salah satu modus penipuan yang sering ditemukan di WhatsApp. Pada modus ini, penipu akan menggunakan foto serta informasi orang yang dikenal. Kemudian, pelaku akan mengirimkan pesan yang berisi permintaan tolong seperti meminjam uang.

Kedua, kode OTP. Kode OTP kerap digunakan pada penipuan WhatsApp. Biasanya pelaku akan mengaku salah kirim pesan serta meminta korban mengirimkan kode enam digit di inbox handphone. Modus ini juga berisiko membuat data pribadi disalahgunakan oleh pelaku. Ketiga, modus klik tautan. Pada modus ini, tautan akan dikirim agar pelaku dapat membajak akun WhatsApp.

Surat Elektronik (Surel)

Sejak lama, kejahatan cyber mengincar kotak pesan surat elektronik (surel). Salah satu serangan yang sering ditemui adalah business email compromise melalui metode phishing. Pelaku akan dapat mengakses email pengguna melalui serangan tersebut. 

Hal ini akan berbahaya apabila email mengandung data yang sensitif berupa laporan keuangan perusahaan. Pada September 2021, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY berhasil mengungkap kasus penipuan dengan modus business email compromise (BEC) dengan total kerugian Rp1,4 miliar.

Dir Reskrimsus Polda DIY AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, modus business email compromise merupakan kejahatan cyber yang memanfaatkan celah kerentanan dari surat elektronik. Pelaku awalnya mengidentifikasi target. Biasanya pelaku mengidentifikasi kelompok yang mempunyai transaksi keuangan. 

Kemudian, pelaku berusaha mengambil alih surel. Setelah menguasai, kemudian terjadi pertukaran informasi. Pelaku juga sudah menyiapkan rekening perusahaan maupun perorangan yang dapat menyamarkan transaksi. Pelaku mempunyai tugas yang berbeda. Mulai dari yang melakukan peretasan, pengiriman surel, hingga yang menarik transaksi keuangan.

Telegram

Aplikasi Telegram mementingkan privasi serta enkripsi sebagai fitur utamanya. Namun sebuah laporan pada September 2021 mengatakan, terdapat peningkatan kejahatan cyber melalui Telegram. Peningkatan tersebut terjadi usai banyak pengguna yang beralih ke Telegram lantaran kebijakan WhatsApp. Laporan tersebut terdeteksi oleh Financial Times serta kelompok intelijen cyber, Cyberint. 

Keduanya menyebut, terdapat peningkatan 100% pada penggunaan Telegram untuk kejahatan cyber. Hacker beramai-ramai dari dark web ke Telegram guna menjual serta berbagi data pengguna yang dicuri atau bocor. Cyberint menemukan hacker ‘Email:pass’ serta ‘Combo’ yang banyak digunakan pada Telegram. Penggunaan tersebut meningkat empat kali lipat pada 2020 serta 2021.

Facebook

Facebook menjadi salah satu deretan aplikasi rawan phising dan kejahatan digital lainnya. Biasanya pelaku kejahatan membuat salinan situs web jejaring sosial seperti Facebook. Kemudian, pelaku mencoba untuk memancing serta mendorong korban untuk menyerahkan data pribadi, seperti email, user ID, hingga password.

Terdapat beberapa metode yang digunakan pelaku ketika membobol serta membajak akun Facebook. Pertama, phishing. Teknik ini menjadi paling sering digunakan. Biasanya pelaku terlebih dulu menjadi teman di Facebook. Kemudian pelaku berpura-pura menjadi seseorang yang dikenal agar mendapat akses seperti password dan user akun Facebook.

Kedua, melalui ponsel. Pelaku akan menyusupkan spyware ke ponsel agar dapat mengambil alih ponsel. Setelah ponsel bisa diambil alih, maka akun Facebook juga dapat direbut. Metode ketiga, software keylogger. Pada metode ini, pelaku memasang software keylogger pada PC atau laptop milik korban. Nantinya, software ini dengan sendirinya akan mengetik apa yang diketik korban serta dikirimkan kepada pelaku kejahatan digital.

Salah satu modus phishing terjadi di Facebook. Modus itu menyebut adanya bantuan Rp1.200.000 untuk pemilik Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) pada Desember 2021 sebagai kompensasi di rumah saja. Kepala Biro Humas Kementerian Sosial Hasim pun membantah informasi yang beredar tersebut. 

Informasi tersebut bukan pertama kali muncul di Facebook. Sebelumnya, pada April 2021, modus phising mengimingi bantuan Rp600.000 dan meminta korban untuk mengisi email, nomor handphone, password serta tanggal lahir untuk masuk akun Facebook.

(DES)

SHARE