Selain itu, tingkat imbal hasil SVBI dan SUVBI akan kompetitif dibandingkan dengan Secured Overnight Financing Rate (SOFR). Investor masih mempertimbangkan besaran pajak dari instrumen tersebut karena ini akan memengaruhi nilai imbal hasil riil.
Namun, lanjut Budi, efektivitas dari kedua instrumen tersebut masih membutuhkan waktu dan bergantung dari pola komunikasi pemangku kebijakan serta dinamika ekonomi global.
"Untuk melihat dampaknya kita perlu tunggu beberapa waktu lagi agar penerbitan instrumen ini bisa kelihatan dampaknya secara lebih konkret," ujar Budi.
Sejalan dengan Budi, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto menuturkan bahwa dengan adanya SVBI dan SUVBI yang bersifat 'tradable' dan dapat dimiliki asing, maka mendorong pendalaman pasar uang dalam valas, yaitu dalam bentuk likuiditas/volume pasar uang dalam valas meningkat.
"Dengan meningkatnya likuiditas pasar uang dalam valas tersebut maka akan mendorong supply valas dan menekan demand valas di spot market, sehingga dapat berdampak kepada stabilitas nilai tukar rupiah," ujar Edi.
Dengan pasar uang dalam valas yang semakin dalam dan stabilitas nilai tukar dapat terjaga, Edi menilai dampak lanjutannya yaitu terjaganya stabilitas sistem keuangan dan perbankan di Indonesia. "Hal tersebut selanjutnya dapat memberikan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
(FRI)