Dalam beberapa tahun, bank digital seperti Bank Neo Commerce, Bank Jago, SeaBank, dan Allo Bank bermunculan, sebagian didukung oleh konglomerasi teknologi besar. Namun, seiring waktu, tantangan seperti regulasi, pembiayaan, dan kemampuan mempertahankan basis pelanggan membuat banyak pemain menghadapi kesulitan, mengakibatkan konsolidasi pasar.
"Banyak bank digital kecil mulai kehilangan daya saing, hanya menyisakan segelintir yang mampu bertahan dan berkembang," kata Arianto.
Namun, di tengah euforia bank digital, bank tradisional di Indonesia mengubah strategi dengan menawarkan layanan berbasis aplikasi superapp. BCA melalui aplikasi myBCA dan Bank Mandiri dengan Livin’ by Mandiri telah menghadirkan layanan terpadu yang menggabungkan transaksi perbankan, investasi, pembayaran, dan fitur gaya hidup.
Inovasi terbaru juga datang dari Bank Negara Indonesia (BBNI) dengan peluncuran Wondr, yang menggantikan aplikasi mobile banking sebelumnya. Wondr berfokus pada pengalaman pengguna yang lebih personal dan integrasi ekosistem digital, sekaligus memperluas fitur pembayaran serta manajemen finansial.
"Langkah-langkah ini memungkinkan bank tradisional untuk mempertahankan pelanggan lama, sekaligus menjangkau generasi baru yang lebih melek teknologi, menjadikan mereka tetap relevan di tengah kompetisi dengan bank digital," kata Arianto.
(Febrina Ratna Iskana)