sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Bahlil Minta Global Minimum Tax Dikaji Ulang, Ini Alasannya

Economics editor Atikah Umiyani/MPI
20/08/2023 16:05 WIB
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia meminta implementasi Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT) dikaji kemb
Bahlil Minta Global Minimum Tax Dikaji Ulang, Ini Alasannya
Bahlil Minta Global Minimum Tax Dikaji Ulang, Ini Alasannya

IDXChannel - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta implementasi Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT) dikaji kembali. 

Dia menyebut, karena penerapan GMT hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu, dalam hal ini negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.
 
"Dengan adanya ketentuan tax minimum global tadi, maka akan mempengaruhi insentif investasi. Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang," kata Bahlil sebagai Ketua AIA (ASEAN Investment Area) Council dalam ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Meeting di Semarang, Sabtu (19/8/2023).

"Jangan sampai ini diimplementasikan kemudian menguntungkan satu kelompok negara tertentu. Ini kita enggak mau," imbuhnya.
 
Bahlil menuturkan, penerapan GMT saat ini belum apple to apple antara negara maju dan berkembang. Menurutnya, negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan.
 
"Kita ingin agar negara maju juga harus memberikan ruang bagi negara berkembang untuk mempercepat penyesuaian dirinya sehingga ketika penerapan tax income global, sudah apple to apple," ujar Bahlil.
 
Dia menilai, untuk menarik investasi, negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis. Karena itu, kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang. 

"Kita sekarang lagi kajian, harus ada pemanis (sweetener) lain. Jujur bahwa tidak apple to apple dong negara maju mau jadikan baseline yang sama dengan negara berkembang," ucapnya.
 
Bahlil menilai, bila GMT diterapkan terlalu dini maka akan mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah. Pasalnya, investor negara maju akan kembali berinvestasi ke negara asal mereka.
 
"Tax minimum global yang 15% itu maka mau tidak mau negara berkembang yang lagi mendorong hilirisasi, akan mengalami hambatan besar sebab pemilik modal yang punya teknologi dan menanamkan modal itu kemudian akan berinvestasi di negara mereka," tutur Bahlil.
 
Kebijakan GMT akan memaksa negara-negara berkembang untuk kirim bahan baku ke negara-negara maju. Dengan demikian, kata dia, GMT ini tidak lebih dari akal-akalan negara-negara maju. 

"Ilmu ini (akal-akalan) kita sudah paham. Jangan lagi anggap kita tak paham," kata Bahlil.

Senada dengan pernyataan Menteri Investasi, Menteri pada Kantor Perdana Menteri dan Menteri Keuangan dan Ekonomi II Brunei Darussalam Dato Dr. Amin Liew Abdullah menyatakan bahwa aturan GMT ini justru semakin tidak menyeimbangkan kondisi persaingan.

"Negara-negara berkembang masih perlu meningkatkan daya saing. Aturan GMT ini tidak hanya berdampak pada negara ASEAN saja, tapi juga ke negara berkembang lainnya," tutur Amin.

"Kita perlu mempertimbangkan perbedaan kondisi tiap negara yang unik dan juga memastikan semua negara memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan dan menciptakan pertumbuhan ekonominya masing-masing," imbuhnya.
 
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut berbagai negara kini tengah bersiap menerapkan kesepakatan global minimum tax.

Dia mengatakan, Indonesia sejauh ini masih menggunakan insentif fiskal untuk meningkatkan daya saing investasi. Menurutnya, berbagai skema insentif fiskal tersebut juga terus diasah agar efektif menarik investasi. 

"Ini yang akan menjadi salah satu fokus karena dunia sekarang juga mulai bertahap melaksanakan global taxation yang bertujuan untuk mengurangi berbagai insentif fiskal untuk mencegah race to the bottom," kata dia dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, dikutip pada Selasa (6/6/2023) lalu. 

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement