IDXChannel - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta implementasi Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT) dikaji kembali.
Dia menyebut, karena penerapan GMT hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu, dalam hal ini negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.
"Dengan adanya ketentuan tax minimum global tadi, maka akan mempengaruhi insentif investasi. Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang," kata Bahlil sebagai Ketua AIA (ASEAN Investment Area) Council dalam ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Meeting di Semarang, Sabtu (19/8/2023).
"Jangan sampai ini diimplementasikan kemudian menguntungkan satu kelompok negara tertentu. Ini kita enggak mau," imbuhnya.
Bahlil menuturkan, penerapan GMT saat ini belum apple to apple antara negara maju dan berkembang. Menurutnya, negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan.
"Kita ingin agar negara maju juga harus memberikan ruang bagi negara berkembang untuk mempercepat penyesuaian dirinya sehingga ketika penerapan tax income global, sudah apple to apple," ujar Bahlil.
Dia menilai, untuk menarik investasi, negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis. Karena itu, kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang.
"Kita sekarang lagi kajian, harus ada pemanis (sweetener) lain. Jujur bahwa tidak apple to apple dong negara maju mau jadikan baseline yang sama dengan negara berkembang," ucapnya.
Bahlil menilai, bila GMT diterapkan terlalu dini maka akan mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah. Pasalnya, investor negara maju akan kembali berinvestasi ke negara asal mereka.
"Tax minimum global yang 15% itu maka mau tidak mau negara berkembang yang lagi mendorong hilirisasi, akan mengalami hambatan besar sebab pemilik modal yang punya teknologi dan menanamkan modal itu kemudian akan berinvestasi di negara mereka," tutur Bahlil.
Kebijakan GMT akan memaksa negara-negara berkembang untuk kirim bahan baku ke negara-negara maju. Dengan demikian, kata dia, GMT ini tidak lebih dari akal-akalan negara-negara maju.
"Ilmu ini (akal-akalan) kita sudah paham. Jangan lagi anggap kita tak paham," kata Bahlil.