Pekerjaan tersebut tentunya akan menyumbangkan emisi yang lebih besar. Oleh sebab itu saat ini pemerintah tengah menggencarkan penerapan industri hijau.
"Problemnya teknologi, misalnya gasifikasi, itu sangat mahal, tetapi negara yang punya teknologi itu lebih murah mereka, jadi kita juga harus pandai-pandai melakukan sebuah kerjasama yang cerdas dengan negara yang punya teknologi," kata Didin.
Menurutnya, masalah Indonesia masih menjadi negara berkembang ditengah kontribusi penyumbang emisi karbon terbesar di dunia juga bisa dilihat dari tulang punggung perekonomiannya yang masih disumbangkan oleh ekspor dua komoditas mentah yaitu CPO dan Batu Bara.
Di sisi lain hingga saat ini Indonesia belum bisa menciptakan nilai tambah bagi kontribusi perekonomian Indonesia. Hingga akhirnya Indonesia akan menyisakan polusi, namun belum tercipta Industrialisasi.
"Ekspor sawit dan batu bara ini masih mejadi rejeki nomplok, pada saat itu kita harus berunding, mislanya bagaimana mengolah sawit, Malaysia sudah punya 60 turunan (produk CPO), kita baru 5 turunan," tandasnya.
(SLF)