"Jadi kita tinggal bayangkan saja, seandainya di Mei 2022 itu tidak ada pembatasan ekspor, dengan harga CPO yang menjulang. Jadi kenaikan ekspor pada bulan Juni ini belum memposisikan ekspor Sumut berada dalam kondisi yang pulih. Kebijakan internal memaksa ekspor Sumut anjlok, dan pendapatan devisa berkurang," paparnya.
"Bahkan saya menghitung di Mei 2022 saja Sumut mengalami potensi kehilangan devisa ekspor sebesar USD 1,09 miliar," tambahnya.
Kinerja ekspor Sumut secara umum, kata Gunawan, masih babak belur. Luka (kerugian) yang diakibatkan dari kebijakan DMO/ DPO tersebut belum sepenuhnya terobati. Tetapi kalau berbicara dampak positif dari kebijakan tersebut juga tidak kalah besar. Kebijakan itu mampu membuat harga minyak goreng khususnya minyak goreng curah turun sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
"Jadi kerugian yang diakibatkan dari kinerja ekspor Sumut, khususnya dari produk turunan minyak kelapa sawit, sangat membebani pengusaha, petani, dan tentunya devisa Negara. Tetapi inilah pilihan kebijakan yang ditempuh. Tidak menyenangkan semua pihak, dan sayangnya telah memakan banyak korban," tandasnya.
(SAN)