sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Gara-gara Politik hingga Cuaca, Inflasi Pangan Terjadi Dua Tahun Terakhir

Economics editor Mohammad Yan Yusuf
18/01/2022 12:09 WIB
Kondisi politik dan situasi yang tak menentu membuat inflasi pangan terjadi di dunia, imbasnya adalah ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.
Gara-gara Politik hingga Cuaca, Inflasi Pangan Terjadi Dua Tahun Terakhir. (Foto: MNC Media)
Gara-gara Politik hingga Cuaca, Inflasi Pangan Terjadi Dua Tahun Terakhir. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Kondisi politik dan situasi yang tak menentu membuat inflasi pangan terjadi di dunia, imbasnya adalah ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan membuat harga kemudian tinggi

Sementara itu, di sisi lain pandemi Covid-19 dan kenaikan harga emas pada akhir 2019 menjadi faktor pendukung menaiknya sejumlah harga pangan.

Melirik ke Indonesia, kenaikan harga Sembilan bahan pokok (sembako) nyatanya dipengaruhi banyak faktor lainnya, mulai dari jalur distribusi hingga faktor cuaca. Tak heran menjelang awal 2022, beberapa harga mulai merangkak naik.

"Jalur distribusi yang masih berjenjang atau panjang dari petani sampai ke pasar untuk sampai ke konsumen. Ini menjadi PR yang belum terselesaikan," kata Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto beberapa bulan lalu.

Taufik menilai distribusi panjang menyebabkan gejolak harga yang tak simetris. Perbedaan antara produsen dan konsumen menyebabkan ketimpangan harga yang begitu jauh.

Sementara itu, pada September 2021 lalu, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menjelaskan harga pangan menjadi yang tertinggi sejak Januari 2011. Kenaikan ini disebabkan harga bahan produksi yang cenderung naik seperti harga serelia (pertanian) dan minyak nabati yang naik.

Melansir Reuters, Senin (18/1/2022), meredanya pandemi Covid-19 serta kelangkaan pasokan energi membuat harga tertekan lantaran pasokan dan permintaan yang tak seimbang.

Untuk mencegah kenaikan, Bank Sentral dunia (IMF) melakukan beragam kebijakan demi menekan inflasi yang tinggi. Meski demikian, perkiraan naiknya barang di awal 2022 sudah diprediksi IMF yang menyebutkan inflasi naik 3,6 persen di negara maju dan 6,8 persen terjadi hingga akhir 2021.

"Perkiraan ini masih penuh ketidakpastian, bisa saja inflasi terus tinggi dalam waktu yang lebih lama. Penyebab tekanan inflasi antara lain kenaikan harga perumahan, kekuaranngan pasokan berbagai barang, dan kenaikan harga komoditas pangan, dan depresiasi mata uang di negara-negara berkembang," tulis Francesca Caselli dan Prachi Mishra dari IMF dalam kajian berjudul Inflation Scares in an Uncharted Recovery terbitan 6 Oktober 2021.

Spekulasi semacam inilah yang kemudian membuat harga cenderung naik. Bahkan karena ketakutan mengancam ongkos produksi, beberapa perusahaan dunia mulai menaikan barang penjualannya.

"Kami memperkirakan inflasi tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini," ungkap Graeme Pitkethly, CFO Unilever, seperti dikutip dari Reuters.

PETANI SEBUT BEBERAPA FAKTOR

Terpisah, petani dari Kuningan Rizal menyebutkan beberapa faktor menyebabkan fluktuatif harga sayuran. Mulai dari ketidakseimbangan barang di pasar serta cuaca yang mempengaruhi serangan hama.

Termasuk saat Pandemi Covid-19, berkurangnya permintaan barang karena banyak masyarakat yang tak membutuhkan sayuran menyebabkan harga cenderung menurun. Sementara menjelang situasi kenormalan baru (new normal) membuat aktifitas permintaan meningkat, hal ini lah yang kemudian membuat harga mulai merangkak naik.

"Kalo dulu saat awal Covid-19, hotel, katering, dan warung makan kan ngga pada ngga dagang. Akhirnya harga turun. Nah sekarang karena normal kembali, jadinya harga mulai naik lagi," katanya.

Meski demikian, Rizal yang telah bertani sejak 2012 lalu mengungkapkan faktor lainnya juga mempengaruhi karena cuaca yang menyebabkan hama. Bila hama menyerang dan menyebabkan sayurannya tak sehat, Rizal terpaksa merugi.

"Persoalannya sayuran itukan ngga bisa ditimbun. Dari pada tidak untung, lebih baik ada upaya mendekati modal," tutupnya. (FHM)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement