"Kemudian dari sisi pertumbuhan ekonomi memang ada yang turun jika dibandingkan dengan periode sebelum Jokowi, itu mungkin karena tantangannya terlalu berat, sehingga rerata kita hanya di 5 persen, kalau sebelumnya itu rerata 6-7 persen," kata dia.
Beberapa tantangan yang dianggap berat terutama pada periode kedua Presiden Jokowi 2019-2024, mulai dari pandemi covid 19 yang mengharuskan pembatasan mobilitas dan berdampak pada penurunan konsumsi masyarakat. Lalu konflik geopolitik yang membuat terhambatnya rantai pasok, hingga perang dagang yang berdampak pada terhambatnya ekspor komoditas.
Dari sisi pembukaan lapangan pekerjaan, Telisa menilai belakangan industri dalam negeri, utamanya industri padat karya masih babak belum menghadapi serbuan barang impor. Hal ini membuat ceruk pasar pelaku industri di dalam negeri tergerus. Sehingga order menurun, produksi berkurang, kebutuhan tenaga kerja pun ikut terkoreksi.
Kinerja investasi, dinilai Telisa juga banyak yang mengarah ke padat modal karena disrupsi teknologi digital. Proses bisnis sarat akan teknologi itu menciptakan efisiensi terhadap penggunaan tenaga kerja manusia.
"Ada perubahan ekonomi dan digitalisasi, investasi kearah padat modal, padat karya seperti tekstil sudah sunset karena impor dan sebagainya, jadi memang pesaingnya tambah banyak," tutur dia.