sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Hadiri KTT G20, Jokowi Minta Skema JETP Diperluas dan Diperbesar

Economics editor Arie Dwi Satrio
09/09/2023 23:49 WIB
Jokowi menyatakan perlunya standar global seperti dalam hal pengelompokan kegiatan ekonomi dan bisnis untuk mencegah praktik greenwashing.
Hadiri KTT G20, Jokowi Minta Skema JETP Diperluas dan Diperbesar (foto: MNC Media)
Hadiri KTT G20, Jokowi Minta Skema JETP Diperluas dan Diperbesar (foto: MNC Media)

IDXChannel - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menghadiri rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 India, mulai Sabtu (9/9/2023).

Di hadapan para pemimpin negara-negara G20 dan ketua organisasi internasional yang juga hadir, Jokowi menegaskan pentingnya percepatan penurunan emisi di level internasional, maupun di masing-masing negara.

Karenanya, Jokowi meminta agar berbagai kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta untuk dapat semakin didorong dan dilanjutkan, karena diyakini dapat membawa perubahan besar dalam penurunan emisi.

"Tahun lalu di Bali, Indonesia telah menginisiasi G20 Bali Global Blended Finance Alliance, skema Just Energy Transition Partnership (JETP). Ini harus diperluas dan diperbesar," ujar Jokowi, di sela rangkaian kegiatan hari pertama KTT G20, Sabtu (9/9/2023).

Dalam kepentingan tersebut, Jokowi menyatakan perlunya standar global seperti dalam hal pengelompokan kegiatan ekonomi dan bisnis untuk mencegah praktik greenwashing.

"Dibutuhkan standar global, seperti taksonomi untuk mencegah praktik greenwashing. Reformasi Bank Pembangunan Multilateral (MDB) harus juga merefleksikan representasi negara-negara anggotanya," tutur Jokowi.

Di lain pihak, Jokowi juga mengkritisi komitmen negara-negara maju dalam penanganan perubahan iklim global, yang dalam pandangannya masih sangat minim dan sebatas retorika.

Dalam pernyataannya, Jokowi mengeluhkan pelaksanaan penurunan emisi yang masih sangat terbatas, lantaran belum banyak negara yang melakukannya.

"Komitmen pendanaan negara maju masih sebatas retorika dan di atas kertas, baik itu pendanaan climate USD100 miliar per tahun, maupun fasilitas pendanaan loss and damage," ungkap Jokowi.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga memaparkan sejumlah upaya yang dapat dilakukan berbagai negara, khususnya yang tergabung dalam G20, guna mengatasi peningkatan suhu bumi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan, menurut Jokowi, adalah melalui percepatan transisi ekonomi rendah karbon, yang sayangnya masih belum banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia.

Padahal, tren peningkatan suhu sebagai dampak perubahan iklim secara global terbukti terus terjadi dan sangat sulit untuk dikendalikan.

"Bumi kita sedang sakit. Pada Juli 2023 lalu, suhu dunia mencapai titik tertinggi dan diprediksi akan terus naik dalam lima tahun ke depan. Ini akan sulit ditahan, kecuali dunia menghadangnya secara masif dan radikal," tegas Jokowi. (TSA)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement