sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

HET Beras Tak Menjamin Kestabilan Harga di Pasar 

Economics editor
04/04/2023 14:29 WIB
Peneliti CIPS Mukhammad Faisol Amir menilai, Harga Eceran Tertinggi (HET) belum tentu efektif dalam mengatasi fluktuasi harga beras di tingkat konsumen.
HET Beras Tak Menjamin Kestabilan Harga di Pasar (Foto: MNC Media)
HET Beras Tak Menjamin Kestabilan Harga di Pasar (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Pemerintah resmi memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras menyusul terbitnya Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.

Adapun pengaturan HET beras berdasarkan zonasi. Untuk Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi, HET beras medium senilai Rp10.900/kg sedangkan beras premium Rp13.900/kg. 

Untuk Zona 2 meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan, HET beras medium sebesar Rp11.500/kg dan beras premium Rp14.400/kg. Adapun zona 3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp14.800/kg. 

Menanggapi hal itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir menilai, Harga Eceran Tertinggi (HET) belum tentu efektif dalam mengatasi fluktuasi harga beras di tingkat konsumen. 

Belum efisiennya proses produksi dan panjangnya rantai distribusi turut berkontribusi terhadap harga beras di pasar, yang biasanya lebih tinggi dari HET.

“Kalau pelaku usaha dipaksa untuk mengikuti harga HET dengan menekan margin, maka yang akan terjadi adalah tidak ada pelaku pasar yang akan menjual beras domestik," ujar Faisol di Jakarta, Selasa (4/4/2023).

Menurutnya, hal ini akan berdampak pula di sektor hulu dengan berkurangnya pendapatan petani gabah. "Dampak selanjutnya adalah bukan tidak mungkin penggilingan menengah juga akan berhenti berproduksi. Masalah-masalah ini akhirnya akan merusak perdagangan beras di tanah air,” jelasnya. 

Faisol melanjutkan, kebijakan ini berpeluang memicu adanya pasar gelap dan meningkatkan risiko kelangkaan beras. Peluang terjadinya percampuran beras kualitas medium dengan beras dengan kualitas lebih rendah pun dapat terjadi. Hal-hal ini tentu akan merugikan konsumen.

Penetapan harga untuk GKP di tingkat petani dan GKP di tingkat penggilingan yang sebelumnya sudah dilakukan juga tidak menjamin kestabilan harga karena harga pasar selalu lebih tinggi daripada harga yang diatur oleh pemerintah. 

"Adanya kesenjangan harga ini pada akhirnya membuat petani lebih memilih untuk menjual beras kepada pihak swasta yang mau membayar lebih mahal dari harga yang sudah ditetapkan. Penetapan HET di tingkat penjual juga tidak efektif karena harga jual sudah lebih tinggi dari HET," pungkas Faisol. 

(DES)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement