IDXChannel - Kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang kini dikenal sebagai Whoosh resmi beroperasi pada Senin (2/10/2023). Proyek tersebut menorehkan sejarah baru bagi sektor transportasi Indonesia.
Sebab, Whoosh menjadi kereta cepat pertama di Asia Tenggara dengan kecepatan 350 kilometer (km) per jam. Saat peresmian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut ada banyak masalah dan kendala saat mega proyek itu dilanjutkan sejak 2019 lalu.
Beberapa di antaranya pembebasan lahan, koordinasi lintas kepentingan, hingga masalah pendanaan akibat pandemi Covid-19. "Terus terang sejak kami menerima penugasan dari Bapak Presiden, untuk melanjutkan pembangunan proyek kereta api cepat pada akhir 2019, ada banyak masalah dan kendala yang kami temukan," ujar Luhut saat peresmian KCJB di Stasiun Halim, Senin (2/10/2023).
Biaya Bengkak
Salah satu yang menjadi sorotan publik terkait proyek KCJB yaitu biaya yang membengkak. KCJB atau Whoosh saat ini merupakan proyek kereta cepat hasil kerja sama antara Indonesia-China. Pada Oktober 2015, kedua negara sepakat membentuk perusahaan patungan yang dinamai PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Dalam struktur KCIC terdiri atas Badan Usaha Milik Negara Indonesia (BUMN) melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd.
Adapun komposisi saham KCIC 60 persen dimiliki PBSI dan Beijing Yawan HSR 40 persen.
Saat itu, pemerintah mencatat biaya pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung mencapai USD6,07 miliar atau setara Rp85,41 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.
Namun begitu, sejak dilakukan kajian dengan bantuan konsultan, perhitungannya justru melebar hingga di angka USD8,6 miliar.