"Kami meyakini bahwa gangguan pada Thrust lever ini adalah gangguan pada mekanikal. Bukan gangguan pada komputernya," katanya.
Nurcahyo mengatakan, dari gangguan tersebut, berakibat pada tenaga mesin pesawat sebelah kanan tidak berkurang. Sebaliknya, thrust lever sebelah kiri berkurang yang membuat tenaga mesin berkurang untuk mengkompensasi kebutuhan tenaga mesin sesuai permintaan autopilot. Sehingga terjadi perbedaan antara thrust lever kiri dan kanan.
"Kemudian Karena padatnya penerbangan hari itu dan kebetulan ada pesawat dengan tujuan yang sama, penerbangan SJY182 diminta Air Traffic Controller (ATC) untuk berhenti di ketinggian 11.000 kaki. Menjelang ketinggian 11.000 kaki, maka tenaga mesin sudah berkurang karena sudah mencapai ketinggian yang pinta," katanya.
Adapun keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) untuk menonaktifkan auto-throttle pada saat asimetri karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah berakibat pada asimetri yang semakin besar.
"Kurangnya monitoring pada instrumen dan posisi kemudi yang miring mungkin telah menimbulkan asumsi bahwa pesawat miring sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai. Pemulihan ini tidak bisa dilaksanakan secara efektif dan tepat waktu," katanya.
(SLF)