sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Konsumsi LPG Tinggi tapi Produksi Stagnan, RI Harus Impor 6,9 Juta Ton

Economics editor Yanto Kusdiantono
28/08/2025 16:14 WIB
Konsumsi LPG dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Konsumsi LPG Tinggi tapi Produksi Stagnan, RI Harus Impor 6,9 Juta Ton (Foto: IDX Channel)
Konsumsi LPG Tinggi tapi Produksi Stagnan, RI Harus Impor 6,9 Juta Ton (Foto: IDX Channel)

IDXChannel - Konsumsi LPG dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Di sisi lain, tingkat produksi LPG di dalam negeri tidak mengalami pertumbuhan signifikan.

Kondisi ini menyebabkan laju impor LPG cenderung bertambah setiap tahunnya. Jika terus berlanjut, kondisi ini dipastikan menyebabkan beban fiskal yang kian meningkat karena mayoritas LPG yang ada di pasaran mendapatkan subsidi dari pemerintah. 

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total belanja subsidi pemerintah selama empat tahun terakhir telah meningkat dari Rp242,1 triliun pada 2021 menjadi Rp307,9 triliun dalam APBN 2025.

Peningkatan tersebut utamanya dipengaruhi oleh kebutuhan subsidi energi, yang pada periode tersebut meningkat dari Rp140,4 triliun menjadi Rp203,4 triliun.

Adapun berdasarkan komoditasnya, subsidi LPG 3 Kg tercatat memiliki porsi terbesar yaitu sekitar 42-45 persen dari total subsidi energi. Alokasi subsidi untuk LPG 3 Kg juga tercatat meningkat dari Rp67,6 triliun pada 2021 menjadi Rp87 triliun pada APBN 2025.

Dari sisi hilir, data yang dihimpun oleh lembaga riset ReforMiner menyebutkan, konsumsi LPG pada tahun 2024 mencapai angka 8,9 juta ton, naik signifikan dibanding pada 2020 yang hanya 8,02 juta ton.

Adapun dari sisi produksi, saat ini masih terdapat gap cukup besar karena pada 2024 lalu produksi LPG nasional hanya di kisaran 1,9 juta ton. Sehingga untuk menutup kebutuhan LPG di tanah air, pemerintah harus mengimpor sekitar 6,90 juta ton.  

“Ini berimbas pada kebutuhan devisa impor yang diperlukan untuk impor LPG yang mencapai sekitar Rp64 triliun per tahun. Kebutuhan anggaran subsidi dan devisa impor LPG ini berpotensi menurun jika produksi LPG domestik dapat ditingkatkan,” ujar Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam diskusi media secara online, Rabu (27/8/2025).

Pada kesempatan tersebut Komaidi juga menyoroti soal kontribusi sektor hulu minyak dan gas (migas) terhadap perekonomian nasional. Menurutnya, sektor migas masih akan berkontribusi positif kendati pemerintah saat ini tengah menjalankan transisi energi menuju energy bersih.

Komaidi mengungkapkan, studi ReforMiner menemukan bahwa peran industri hulu migas dalam struktur perekonomian Indonesia semakin meningkat. Peningkatan itu tercermin dari Indeks Multiplier Effect berdasarkan basis data Input-Output (IO) yang baru lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Hasil perhitungan ReforMiner pada 2025  ditemukan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, penciptaan nilai tambah ekonomi yang dihasilkan oleh sektor hulu migas menunjukkan tren peningkatan.

“Berdasarkan perhitungan menggunakan basis IO 2010, nilai indeks keterkaitan total dari untuk sektor hulu minyak adalah 3,8801 dan sektor hulu gas bumi adalah 3,1256. Sementara pada basis IO 2016, nilai indeks keterkaitan total dari untuk sektor hulu minyak adalah 4,0826 dan untuk sektor hulu gas adalah 3,3940,” ujarnya.

Selain itu, hasil studi ReforMiner juga menemukan bahwa sektor ekonomi yang terkait dan terlibat dengan kegiatan usaha hulu gas meningkat dari 104 sektor menjadi 113 sektor. 

Indeks multiplier industri hulu gas juga meningkat dari 4,98 menjadi 6,56. Artinya penciptaan manfaat atau nilai tambah ekonomi dari investasi yang dilakukan oleh industri hulu gas meningkat dari 4,98 kali menjadi 6,56 kali.

“Industri hulu gas memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor pendukung dan penggunanya. Kegiatan usaha hulu gas memiliki peran penting baik sebagai penyedia bahan baku maupun penyedia energi,” ujarnya.

Dia menjelaskan, peran penting dan keterkaitan industri hulu gas dengan sektor ekonomi pendukung dan penggunanya tercermin dari nilai total linkage index yang meningkat dari 2,63 menjadi 3,12. 

Nilai linkage index diatas 1 mengindikasikan bahwa suatu sektor ekonomi memiliki keterkaitan dan peran yang kuat dalam mendorong dan menarik pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang lainnya.

Komaidi mengungkapkan, pengembangan dan pengusahaan industri hulu gas sejalan dengan pelaksanaan kebijakan transisi energi, penyelesaian masalah defisit gas di sejumlah wilayah, dan pelaksanaan kebijakan hilirisasi. 

Berdasarkan kajian ReforMiner, jika 50 persen volume konsumsi minyak bumi dan batu bara Indonesia dikonversi dengan gas bumi, dapat menurunkan emisi masing-masing 36,16 juta ton CO2e dan 123,35 juta ton CO2e.

(DESI ANGRIANI)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement