"Ini cukup ironis mengingat merupakan negara penghasil 80% rotan dunia," imbuh Menperin.
Keempat, teknologi dan SDM. Pembaruan teknologi di industri furnitur dan kerajinan nasional belum menjangkau secara merata. Ini diakibatkan oleh biaya investasi teknologi yang relatif mahal atau kurang terjangkau baik untuk IKM maupun industri besar sesuai dengan skala masing-masing.
Sementara di lini SDM, pasokan tenaga kerja yang terampil di level operator dan tenaga kerja dengan keahlian khusus dan tersertifikasi masih terbatas.
Kelima, isu pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Wajib. SVLK ditujukan untuk menjaga aspek kelestarian lingkungan dan lacak balak bahan baku (sustainability and traceability) pada produk kayu.
Agus menerangkan bahwa aspek sustainability dan traceability sekarang ini mendapat perhatian besar dan bahkan menjadi syarat di pasar global. Pemberlakuan SVLK wajib di industri hilir dipandang kurang relevan dan melahirkan hight cost economy di industri hilir kayu (industri furnitur dan kerajinan).