IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan terjadi defisit pada neraca minyak dan gas (migas) sebesar USD1,33 miliar pada Januari 2022. Kondisi ini ditengarai sudah berlangsung sejak 2014 lalu.
Menanggapi hal itu, Peneliti Alpha Research Database, Ferdi Hasiman, defisit ini sudah menjadi musuh permanen pada pemerintahan Jokowi. Kondisi ini tak lepas dari impor migas yang lebih besar dibandingkan angka ekspor.
"Ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Karena sejak Pemerintahan Jokowi pada periode I/2014, neraca migas sudah mengalami defisit. Artinya, sepanjang 2014 hingga 2022 musuh permanen dari Pemerintahan Jokowi adalah defisit neraca perdagangan akibat impor migas terlalu tinggi," ujar Ferdi saat berdialog di IDX Channel, Rabu (16/2/2022).
Lanjut Ferdi menjelaskan, pada kurun waktu 2014-2017, Dirut Pertamina hampir silih berganti akibat neraca dagang yang defisit. Pembangunan kilang yang baru juga belum bisa direalisasikan karena masih dalam tahap konstruksi.
Selain itu juga, cadangan minyak sampai 2020 tersisa hanya 3,6 miliar barrel atau sekitar 0,2 persen dari total cadangan minyak dunia. Sementara gas hanya sekitar 103 triliun kaki kubik atau sekitar 1,6 persen dari total cadangan dunia.