IDXChannel - Pengamat dari Energy Watch Mamit Setiawan menanggapi keputusan pemerintah dan Banggar DPR yang sepakat menghapus daya listrik 450 Volt Ampere (VA) untuk rumah tangga.
Sebagai gantinya, pelanggan PLN 450 VA akan naik kelas ke 900 VA.
Kebijakan ini juga sekaligus akan menaikkan pelanggan daya listrik 900 VA ke 1.200 VA.
Mamit mengatakan kebijakan tersebut sebuah gagasan yang bagus untuk menaikan daya listrik kelompok subsidi golongan 450 VA ke 900 VA, di mana masyarakat nantinya dapat menggunakan peralatan yang lebih memadai. Asalkan, dengan usulan tersebut tarif listrik yang dipatok tetap menggunakan daya listrik 450 VA.
"Apalagi usulan banggar tarif listriknya enggak naik. Tetap menggunakan tarif 450 VA. Jadi masyarakat kelompok subsidi bisa menggunakan barang-barang sesuai dengan kebutuhannya. Mungkin yang kemarin enggak bisa setel TV, sekarang bisa. Bahkan dengan adanya kenaikan ini bisa meningkatkan taraf hidup," kata Mamit saat dihubungi MNC Portal, Selasa (13/9/2022).
"Jadi saya kira selama tarifnya tidak berubah dan tidak memberatkan masyarakat usulan ini bisa dilanjutkan," ungkap dia.
Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sepakat untuk menambah daya listrik orang miskin. Nantinya, pengguna listrik yang mendapatkan subsidi itu dayanya akan dinaikkan dari 450 volt ampere (VA) menjadi 900 VA, serta dari 900 VA menjadi 1.200 VA.
"Salah satu kebijakan yang kita ambil adalah menaikkan 450 VA ke 900 VA untuk rumah tangga miskin dan 900 VA ke 1.200 VA," ujar Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam rapat panja pembahasan RAPBN 2023 di Gedung DPR RI, Senin (12/9/2022).
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2016, subsidi tarif listrik untuk rumah tangga dilaksanakan melalui PLN diberikan kepada pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA dan 900 VA yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
Said menyoroti kondisi PT PLN (Persero) yang terus mengalami oversupply listrik. Ia mengungkapkan, tahun ini kondisi surplus listrik PLN mencapai 6 gigawatt (GW) dan akan bertambah menjadi 7,4 GW di 2023, bahkan diperkirakan mencapai 41 GW di 2030.
"Kalau nanti EBT masuk maka tahun 2030 PLN itu ada 41 giga oversupply. Bisa dibayangkan kalau 1 GW itu karena kontrak take or pay maka harus bayar Rp 3 triliun, sebab per 1 giga itu (bebannya) Rp3 triliun," jelas dia.
Seperti diketahui, dalam kontrak jual-beli listrik dengan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP), PLN terdapat skema take or pay, yang artinya dipakai atau tidak dipakai listrik yang diproduksi IPP, PLN tetap harus membayar sesuai kontrak.
Oleh karena itu, kelebihan suplai listrik tersebut akan semakin membebani PLN. Maka Banggar pun menilai pemerintah perlu menaikkan daya listrik penerima subsidi agar menyerap listrik PLN yang saat ini mengalami oversupply.
"Bagi orang miskin, rentan miskin, yang di bawah garis kemiskinan itu tidak boleh lagi ada 450 V, kita tingkatkan saja minimal 900 VA. Setidaknya demand-nya naik, oversupply-nya berkurang. Terhadap yang 900 VA juga naikkan saja ke 1.200 VA," tutur Said.
Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam penambahan daya listrik rumah tangga penerima subsidi tersebut, masyarakat tak perlu dibebankan biaya tambah daya.
Dia menilai, pemerintah bisa memberikan penugasan kepada PLN untuk mengubah daya tersebut secara teknis.
"Jadi PLN tinggal datang ngotak-ngatik kotak meteran, diutak-atik dari 450 VA diubah ke 900 VA, selesai, kenapa itu tidak ditempuh saja oleh pemerintah," pungkas dia. (NIA)