IDXChannel - Pemerintah Indonesia hingga saat ini terus mengupayakan percepatan transisi energi. Dan tidak hanya penegasan komitmen yang diutarakan oleh Presiden Joko Widodo, tetapi berbagai inisiatif pun dilakukan dan termasuk menjadikan transisi energi sebagai isu prioritas dalam presidensi G20 hingga mendorong pendanaan untuk percepatan transisi energi.
Presidensi G20 Indonesia menjadi momentum penting transisi energi hijau di tanah air. Bahkan transisi energi menjadi fokus pembahasan presidensi G20 Indonesia, dimana fokus ini mendorong peralihan penggunaan energi berbasis fosil menghasilkan emisi karbon menuju energi yang lebih ramah lingkungan.
Dalam program Special Dialogue IDX Channel, Jumat (11/3/2022), Senior Vice President, Research & Technology Innovation, PT Pertamina (Persero), Oki Muraza mengatakan bahwa saat ini terdapat tiga prioritas rekomendasi transisi energi hijau yang sedang di siapkan untuk pertemuan tingkat tinggi G20 di Bali.
"Tiga rekomendasi tersebut sudah mulai kami sampaikan di kick off meeting disebut sebagai Inception Meeting, dan juga kami sedang matangkan di setiap bulannya dengan berbagai pihak dan ada juga sekitar 160 member dari negara-negara G20," pungkasnya.
Pertamina sedang menyiapkan road map atau peta jalan untuk energi transisi ini melalui Rencana Jangka Panjang (RJP) 202P - 2024 untuk mendorongkan Co² sebesar 29% hingga tahun 2030.
Selain itu, terdapat delapan inisiatif yang akan dijalankan Pertamina untuk mencapai target 17% portofolio energi hijau di 2030.
“Pertama, Pertamina mempelopori peningkatan penggunaan energi panas bumi di Indonesia dari 672 megawatt (MW) di 2020, menjadi 1.128 MW di 2026. Kedua, Pertamina engembangkan produksi hidrogen ramah lingkungan di Indonesia yang akan memanfaatkan listrik dari lapangan panas bumi Pertamina. Pengembangan green hydrogen itu akan dimulai di Pembangkit Geothermal Ulubelu untuk digunakan di Pabrik Polypropylene Kilang Plaju,” ungkap Oki.
Kemudian ketiga, lanjut Oki, berkolaborasi dengan Inalum, Antam, PLN, dan perusahaan baterai untuk melakukan pengembangan produksi baterai mobil listrik atau electric vehicle (EV) dengan target produksi sebanyak 140 giga watt hour (GWh) di 2029.
“Dan keempat, Pertamina akan bekerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk. sebagai produsen batu bara untuk mengubah materi batu bara menjadi metanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Kelima, pengembangan green refinery dengan produk-produk energi hijau, seperti green diesel dan green avtur yang akan dilakukan Pertamina pada 2025,” tambahnya.
Keenam, Pertamina juga mengembangkan proyek biomassa menjadi biogas dan bioetanol di Sei Mangkei. Dengan potensi besar Mikroalga di perairan luas Indonesia yang mampu memproduksi Algae terbesar ke-3 di kawasan Asia Pasifik, Pertamina akan menjadikan mikroalga sebagai bahan untuk memproduksi biofuel.
Ketujuh, Pertamina melakukan pendekatan inklusif circular carbon economy dengan mengaplikasikan carbon, capture, utilization and storage atau CCUS pada beberapa lapangan migas, dan memanfaatkan karbon untuk enhanced oil recovery (EOR) untuk meningkatkan produksi.
"Terakhir, Pertamina mengembangkan energi listrik dengan monetisasi aset panas matahari di wilayah dengan radiasi matahari tinggi, serta menjalin kemitraan strategis untuk pembuatan panel surya," tandasnya. (Adv)