IDXChannel - PT Pertamina (Persero) saat ini menelan kerugian Rp1.830 per liter dari setiap penjualan bahan bakar minyak jenis Pertamax (RON 92). Pasalnya, dengan trend harga minyak dunia yang terus naik, harusnya Pertamax dijual Rp10.830 per liter, namun Pertamina tetap menjual Rp 9.000 per liter.
Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan menjelaskan, sesuai Kepmen ESDM Nomor 62 Tahun 2020, penentuan harga BBM mengacu pada harga Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus, di mana untuk BBM di bawah RON 95 dan solar CN 48 menggunakan rumus MOPS atau Argus + Rp 1.800/liter plus margin 10 persen dari harga dasar.
Saat ini harga minyak dunia menyentuh level USD72 per barel. Kenaikan harga minyak juga diikuti dengan kenaikan harga minyak acuan yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu MOPS maupun Argus.
Sedangkan untuk bensin RON 95, RON 98 dan solar CN 51 rumusnya adalah MOPS atau Argus + Rp 2.000/liter plus margin (l10 persen dari harga dasar.
Menurutnya, berdasarkan data yang dikumpulkan, sepanjang 3 bulan terakhir untuk harga MOPS sudah jauh di atas harga minyak dunia. Misalnya untuk bulan Maret 2021, harga MOPS rata-rata sebesar USD71,5 per barel, bulan April sebesar USD71,71 per barel dan bulan Mei 2021 harga rata-rata MOPS untuk MOGAS 92 sudah mencapai angka USD74,32 per barrelnya.
"Kita ambil contoh menggunakan rata-rata bulan Mei 2021 dengan kurs Rp14.000 maka akan diperoleh harga dasar Pertamax sebesar Rp6.544 per liter, kemudian ditambahkan dengan konstanta Rp1.800 dan margin 10 persen maka harga Pertamax menjadi Rp 9.178 per liter di luar pajak," kata Mamit di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
"Jika ditambah dengan PPn 10 persen, PBBKB 5 persen serta PPH 3 persen maka harga Pertamax adalah Rp10.830 per liter. Sedangkan saat ini harga Pertamax masih di angka Rp 9.000 per liter sehingga Pertamina menanggung kerugian sebesar Rp 1.830 per liternya," lanjut Mamit.
Dia mengatakan bahwa sesuai Permen ESDM Nomor 62/2020, Badan Usaha bisa melakukan penyesuaian harga dengan mengajukan kepada pemerintah dalam hal ini Dirjen Migas.
"Badan usaha swasta seperti Shell, Vivo, BP maupun Indostation sudah beberapa kali menyesuaikan harga jual mereka, jadi sudah sepatutnya Pertamina juga menaikan harga BBM mereka," katanya.
Untuk itu, kata dia, Pemerintah harus memberikan persetujuan penyesuaian harga BBM yang baru, jika tidak ingin Pertamina mengalami kerugian lebih dalam lagi.
"Pemerintah harus segera menyetujui harga BBM untuk menyesuaikan dengan harga MOPS tiga bulan terakhir. Kalau tidak, Pertamina akan semakin merugi,” katanya. (RAMA)